Atlit POPB DKI Jakarta

by Be Samyono [11.11.2022]

NEW STEPS

Dalam hitungan sudah 5 bulan Ilona tergabung dalam atlet pembinaan Olahraga Prestasi Berkelanjutan (POPB) DKI Jakarta dari cabang Gymnastic. Tidak saja beban latihan 20 jam perminggu harus dipenuhi tapi jadwal pertandingan telah berderet menunggu. Sepertinya terdengar seperti perjalanan yang indah. Tentunya kabar-kabar baik itu perlu usaha keras untuk merealisasikannya. Hal ini yang biasanya tak terbayang dalam dunia atlete dan tidak diketahui banyak orang. Kini kami menghadapinya sebagai orang tua. Dan jelas sudah semua ini jauh dari pengalaman ataupun bayangan. Mungkin hal hal ini akan jadi sharing bagi orang tua yang anaknya akan atau sudah jadi atlit. 20 Jam bila dibagi 5 hari sama dengan 4 jam. Artinya 4 jam sehari adalah waktu yang dibutuhkan Ilona untuk latihan Gymnastic minimal dalam seminggunya. Jadi wajar bahwa Gymnastic bagi Ilona bukanlah kegiatan sampingan ataupun pengisi waktu luang. Tapi sudah sebagai hobby sekaligus pekerjaannya.

Saya sendiri sebenarnya kalang kabut untuk menyeimbangkan waktu dia antara main, latihan, belajar dan sekolah. Betapa tidak selepas sekolah dia jam 2 siang dia akan mengikuti kegiatan eskul qiroati selama sejam. lalu mulai latihan gymnastic pukul 15.00 dan baru usai pukul 19.00 malam. Belum dengan waktu perjalanan dan lain lain praktis dia akan tiba dirumah kurang lebih pukul 20.00 malam mulai hari selasa-jumat. Dan minggunya akan latihan lagi pukul 10.00 -14.00 siang. nah…nah…nah. kapan ini dan itunya.

Ini adalah buah konsekwensi dia sebagai atlet POPB DKI. Mau tak mau. Karena begitu menginjak level 4 semua latihan sudah mulai berubah dimana tingkat kesulitan, power, teknik dan tantangan sudah mulai kompleks. Melihat badannya yang cukup mungil, kurus (21Kg) ada rasa tega gak teganya. Bagaimanapun gymnastic bukanlah olah raga santai bahkan bisa dibilang olah raga ekstrem. Selalu ada rasa was was bila ada apa pa dengan dia. Namun bagaimana lagi inilah jalan yang dia pilih. Namun lama lama memang harus bisa menerima kondisi saat dia pulang tiba-tiba bibirnya jontor, kakinya baret, tangannya terkilir aatau setiap malam minta di balur-balur karena tantangan fisiknya yang demikian berat. Keep strong girl …. semoga semua proses ini akan mampu memahat impianmu untuk jadi kenyataan. amin

WAKTU BELAJAR VS LATIHAN

Dengan alokasi waktu latihan 4 jam sehari selama 5 hari seminggu. Waktu belajar praktis menjadi hal yang kritis. Ilona pulang sekolah jam 2 dengan meniadakan keikutsertaan eskul sekolah agar bisa sampai tempat latihan setengah jam kemudian. Dan bakal keluar tempat latihan di jam 7 hingga 7.30. Sampai rumah waktu belajar tinggal pukul 8-9 malam. Belum bila ada jadwalnpertandingan dimana minimal 3-4 hari harus tidak sekolah karena event nasional atau internasional. Satu tantangan bagi saya untuk tetap memberi bekal pendidikan yang terbaik baginya.

OVER TRAINE

Isue yang muncul dalam dunia olah raga adalah overtraine sehingga memicu anak anak cidera. Namun logikanya saya menolak isue ini mengingat waktu latihan 20 jam perminggu adalah muncul dari Persani (persatuan senam seluruh Indonesia) artinya mereka paham waktu ideal untuk mencetak atlet melalui latihannya. Tinggal bagaimana orang tua mengimbangi hal ini dengan penyediaan asupan dan istirahat yang cukup untuk mereka.

CIDERA

Momok terbesar atlet adalah cidera. Dengan jam latihan yang intens, gerakan gymnastic yang extrem ditambah dengan target mengejar level free wajar bila Ilonapun beberpa kali mengalami cidera.

Telepon yang berdering saat dia latihan selalu membuat saya deg degan kawatir terjadi sesuatu. Demikian juga kepulangan dia dari latihan yang tak jarang dengan membawa memar, baret, terbentur dan hal lain bikin saya sebenarnya tidak tega.

Hal yang paling tidak tega adalah melihat dia dalam pengobatan cidera. Bagaimana dia harus menanggung sakit dan tangis saat dipijat atau difisio terapi untuk pemulihan. Hal ini akan rutin dia rasakan karena mau tak mau kami harus memyediakan sport massage untuknya guna memperbaiki tubuhnya karena gerakan extrem. Gerakan olah raganya pasti menimbulkan pergeseran otot dan tulang yang harus di pulihkan secara berkala. Meski itu menyakitkan.

TARGET

Sebagai atlit binaan Ilona tak lagi fokus pada levelnya yang kini berada di level 4. Dia harus bisa melompati 4 level diatasnya untuk bisa bertanding di level Free Individual yang tak memandang level dan umur lagi. Target ini memaksanya menguasai gerakan, dan mampu menjadi atlit profesional. Perlu kerja keras dan pengorbanan untuk ini. Ada extra latihan, extra pertandingan yang membutuhkan dana, waktu dan support orang tua untuk selalu mendampingi. Terlebih cabang gymnastic adalah olahraga yang masih tergolong mahal. Saya seringkali tidak ingin melihat latihan latihan ini karena sedemikian tidak teganya saya. Hal hal inilah yang harus menjadi pertimbangan dan sekaligus strategi bagi orang tua untuk bisa memanage anaknya yang terjun ke dunia olah raga. Kata kuncinya kolaborasi atlit-orang tua dan coach akan menjadikan tujuan mencetak atlit profesional.

Dalam doa saya selalu meminta penguatan dan keselamatan semoga jalan yang dipilih anak melalui passionnya bisa membuahkan kenyataan dari mimpinya. Memberi hasil terbaik bagi agama dan bangsanya. Terbayarkan segala peluh, air mata dan komitmen yang telah dilalui. Amin amin.

Please follow and like us:
Facebooktwitterredditpinterestlinkedinmail

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *