By Be Samyono [15.08.2023-22.07]
Penyelenggaran Olimpiade Olahraga siswa Nasional (O2SN) 2023 wilayah DKI Jakarta telah sampai pada tingkat propinsi. Tepatnya tanggal 13 Agustus lalu telah dipertandingkan nomor final dimana tiap kotamadya di Jakarta mengirimkan 2 peserta hasil dari 1 pemenang wilayah tingkat zona kecamatan. Terdapat sepuluh peserta gymnast putri dan putra diantaranya Ilona yang mewakili Jakarta Selatan 1 bersama 9 peserta lainnya di GOR Senam Raden Inten Jakarta timur. Ilona berhak menjadi perwakilan karena menjuarai Senam Artistik mulai tingkat Kelurahan, dan Kecamatan. Demikian juga peserta lainnya. Alhamdulillah … Ilona meraih juara ke 2. Tentu satu kebanggaan bagi sekolah karena event ini adalah hajatan besar dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dimana sekolah berinduk. Perolehan ini tentunya menjadi tanda menghentikan langkahnya untuk bisa maju ketingkat nasional yang tinggal selangkah. Mengingat hanya juara 1 yang akan mewakili jakarta. Kecewa? Tidak karena dalam dunia olah raga menang dan kalah adalah sudah jamak. Namun bila ditanya mengenai kepuasan. Tentu jawabanya pasti TIDAK!. Bahkan pertanyaan paling mendasar muncul. Kapan penyelenggaraan 02SN terutama cabang senam artistik DKI Jakarta bisa memenuhi tujuan program ini dan pelaksanaannya bisa dilakukan secara profesional dan sportif? Mengingat sudah pada angka 1 dasawarsa O2SN ini bergulir dan nyatanya hingga pelaksanaan tahun ini masih banyak PR yang harus benahi.
O2SN sejatinya merupakan pengembangan talenta bidang olahraga siswa sekolah di semua jenjang. Dalam hal ini, peran yang dilaksanakan oleh Kemendikbudristek adalah menyiapkan bibit-bibit talenta olahraga yang bersumber dari peserta didik yang memiliki minat dan bakat di bidang olahraga. O2SN-SD dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga tingkat nasional. Cabang olahraga yang dilombakan/dipertandingan meliputi : 1. Atletik; 2. Renang; 3. Bulutangkis; 4. Pencak Silat, dan 5. Karate, dan 6. Senam. O2SN bagian integral dalam membangun generasi emas Indonesia. Menariknya tujuan yang luar biasa ini hanya berakhir sebagai checklist kegiatan event semata. Input yang berupa penyiapan bibit talenta olah raga ternyata belumlah mampu di laksanakan bahkan dipenuhi di sekolah. Selain kurangnya kemampuan sumberdaya, kebutuhan lain berupa sarana dan prasaranapun sangat minim bisa di penuhi oleh sekolah. Ujungnya bibit olahraga disupplay dari siswa yang mengikuti olahraga di club-club. Terlebih cabang olah raga dengan resiko dan tingkat kesulitan tinggi seperti senam artistik. Tidak hanya siswa pesertanya saja yang berasal dari klub karena pada kenyataannya penyelenggarannyapun lebih banyak dari campur tangan Persani DKI (induk olah raga senam)yang ujungnya adalah club juga. Sudah bisa dipikir dengan logika bahwa tujuan yang ditetapkan tidaklah sepenuhnya tercapai selain dalam konteks berhasil menyelenggarakan event semata. Sayang! Padahal O2SN adalah event bergengsi dimana sertifikatnya sangat ampuh untuk mendaftar di jalur sekolah negeri.
Lebih disayangkan lagi utamanya penyelenggaraan O2SN Cabang senam Artistik di Jakarta selatan pada akhirnya seperti terbengkelai. Dari jadwal teknical meeting dan pertandingan yang mendadak, fasilitas pertandingan yang tidak standart akan keselamatan hingga penilaian yang tidak transparan serta tidak adanya pendampingan dari setiap jenjang pertandingan. Padahal segala juknis telah ada dan jadi pedoman. Ketimpangan tak bisa dihindari dimana guru olah raga sebagian besar tidak punya pemahaman dan pengetahuan akan olahraga ini sehingga lepas tangan dan orang tua dan siswa atletlah yang berjuang mengurus segala sesuatunya atau bahkan dari club. Kondisi makin tidak konduktif saat club yang siswanya mengikuti O2SN itu berperan lebih besar (baca: campur tangan) dari porsi yang seharusnya dimiliki oleh sekolah saat pertandingan. Menjadi sesuatu yang tidak fair bagi siswa atlit yang tidak berasal dari club. Dan semakin tidak fair kalau pengaruh club menjadi dominan tanpa tahu batas bahwa ini adalah hajatan sekolah bukan pertandingan antar club.
Penyelenggaraan O2SN tingkat Propinsi minggu lalupun tidak luput dari catatan cacat yang menurut saya harus dan wajib dibenahi. Dari keberadaan juri yang tidak netral karena dua orang juri diantarannya adalah berasal dari club salah 3 siswa atlete peserta. Penilaiannyapun tidak menerapkan standart penyelenggaraan senam artistik profesional dimana tidak setiap selesai nomor nilai di publish. Dasar penilaianpun patut ditanyakan karena jauh dari juknis penilaian gerakan. Bahkan yang mengherankan selesai lomba tidak diumumkan namun baru 2 hari kemudian berbarengan dengan penutupan acara. Satu skenario dimana sekolah tidak bisa mengontrol adanya ketidak beresan. Dan saat diumumkan bisa ditebak siapa juaranya.
Sebagai orang tua yang anak satu konsekwensi yang saya pahami adalah bahwa olah raga ini tak terukur ada nilai-nilai subyektif yang punya pengaruh besar. Dan kami paham memang dan kalah adalah hal yang lumrah. Namun kembali dalam olah raga mempunya etika, pedoman bahkan nilai-nilai sportifitas yang tetap harus menjadi landasan para atlit dan juga juri dan penyelenggaraan olah raga. Tanpa hal itu pertandingan olahraga tak ubahnya jadi ajang pertunjukan adu gladiator. Disinilah adab, moral dan humanity kita dipertaruhkan. Biasnya keputusan tidak hanya cermin ketidak adilan semata yang kadang dianggap perkara remeh. Ketidak adilan keputusan menjadi tendensi kecurangan yang termaafkan yang mengkebiri harapan dan motivasi atlit kedepannya. Menorehkan cacat terhadap kehormatan akan nilai-nilai sportifitas dan kejujuran. Akankan ini tetap akan terpelihara? Hingga sampai kapan kerja keras, airmata, usaha dan jerih payah anak-anak atlit dibenturkan pada tembok ketidak adilan. Terlebih event O2SN adalah ajang pendidikan. Apakah hal-hal ini cukup bisa dipertanggung jawaban sebagai sesuatu yang mendidik. Jujur kita harus malu untuk menjawabnya.
Mungkin semua ini adalah jawaban kenapa dunia olah raga kita terpuruk. Tidak saja ada strategi dan manajemen pembinaan yang harus dibenahi namun jauh dari itu ada persoalan ego dan moralitas yang menjadi PR untuk dihilangkan. Saatnya O2SN belajar dan memperbaiki programnya agar tidak sekedar gelaran event tapi lebih menekankan pada pembinaan siswa atlit, memberdayakan serta pembekalan guru-guru olahraga, memfasilitasi sekolah sesuai dengan olahraga unggulan mereka dan yang paling penting mampu berpihak pada bibit-bibit atlit potensial untuk mendapat kesempatan mengharumkan negerinya.
Untuk sekolah ilona SDI Al Azhar 5 Kemandoran, Para coaches, coach peggy sanger, jeffrey sanger, roland sanger, teman teman tim Sanger Gymnastics Club terima kasih atas support dan doanya. Semoga ini menjadi kemuliaan dan kebanggaan bagi kita semua. amin.