PB2007 Live: Catatan Sukarelawan Yang Terisolir

KEPAGIAN YANG TAK MENOLONG

Dengan memakai properti celana jeans warna khaki, kaos lengan panjang putih bertuliskan “I’am BLOGFAMous”, sepatu sport ditambah ransel yang berisi kamera dan laptop bukanlah hal yang lazim bagiku untuk menghadiri satu pesta. Namun bila ini pestanya para blogger kelaziman itu bisa dipupuskan. Terlebih event ini adalah pesta blogger 2007 (PB2007) . Hajatan blogger berskala nasional yang baru pertama digelar. Dengan alasan tak ingin ketinggalan moment penting terpaksa kamera SLR aku bawa lengkap berikut laptop,headset dan webcamnya mengingat tugasku di pesta ini sebagai Remote Participant Coordinator. Singkatnya melalui chanel Yahoo Messenger panitia PB2007 membuka akses bagi rekan blogger yang tidak bisa datang terutama yang berada di luar kota untuk ikut berpartisipasi dan menyaksikan langsung jalannya pesta. Disini sebagai koordinator tugasku berada di depan laptop menayangkan siaran “live” serta memberikomentar akan jalannya PB2007 melalui YM ID: Pesta Blogger. Ada rekan lain pula yang bertugas sama sepertiku namun menggunakan chanel MIRC.

Ide dan penawaran adanya siaran langsung menggunakan dua chanel ini baru digulirkan 2 hari menjelang eventberlangsung. Dan melalui Enda Nasution – Bapak Blogger Indonesia, aku mengajukan diri untuk secara sukarela membantu menjadi koordinatornya. Meski demikian singkat waktunya namun hebatnya telah ada kurang lebih 80 account YM yang minta di-add untuk dapat berpartisipasi, untuk akhirnya akan aku invite ke conference room saat acara berlangsung. […….]

Continue Reading

You may also like

Ranjau Kantong Plastik

Meski hari raya telah lewat tapi ternyata urusan belanja tetap harus dilakukan. Terlebih belanja bulanan yang selalu datang di akhir bulan atau tepatnya menjelang gajian. Seperti bulan-bulan belakangan ini, satu troli akan penuh dengan berbagai keperluan untuk tiga puluh hari mulai dari urusan kaki sampai kepala melebar dari urusan penampilan hingga kesehatan. Berbeda dengan saat aku masih bujang rupanya setelah berkeluarga urusan belanja bulanan lebih bisa terkontrol dan benar-benar antri dari keperluan pokok terlebih dulu. Mungkin itu positifnya. Namun tetap saja belanja banyak ataupun sedikit aku selalu dihadapkan dilema begitu sampai di depan kasir. Bukan perkara bayar tapi perkara pembungkus! Dilema untuk membiarkan barang-barang saya dikemas oleh kasir dalam berbelas kantung plastik atau bersikap ekstrem untuk membungkus dan menganggkut sendiri barang saya dengan wadah yang telah saya siapkan dari rumah.

Belakangan saya sadari keberadaan kantong-kantong plastik itu sangat mengganggu tidak saja mata saya tapi juga kepedulian saya. Terlepas bahwa kantung plastik telah memberikan solusi dalam memberikan alternatif material yang awet, ringan dan murah sebagai pembungkus namun ada sisi lain yang membuat kita harus bijak memakai material ini. Apalagi kalau bukan masalah sulitnya material ini terurai di tanah hingga menimbulkan polusi. Terlebih lagi kota ini belum memiliki sistem pengelolaan limbah yang terpadu hingga bisa mendaur ulang sampah non organik serta belum tertanamnya kesadaran masyarakat akan kepedulian mengenai polusi plastik ini.[…….]

Continue Reading

You may also like

Aku, si Buruk Rupa & WWF

Sudah mulai 2006 lalu secara tak resmi aku menjadi kontributor tulisan di media WWF. Bersama 3 teman lain secara berkala pihak WWF menghubungi kami dengan satu tema tulisan untuk kami tulis dan publikasikan di media WWF entah itu Salam (sahabat Alam) online maupun yang newsletter. Setelah tulisan tentang Sampah pada News letter WWF [DI SINI], kali ini pada Buletin Salam Online aku menulis tentang ikan Napoleon. Tulisan lengkap ada [Di SINI]. Dan berikut petikannya:

Ikan Napoleon: Si Buruk Rupa yang Tak Ternilai

Kontributor: Be Samyono

Jangan menilai buku dari kulitnya, mungkin pepatah ini tepat dialamatkan pada ikan terumbu ini. Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) yang kerap dipanggil ikan menami oleh penduduk daerah Wakatobi ini memiliki gerakan lamban menakutkan, warna biru gelap, kening besar serta ukuran yang bisa mencapai panjang 2,29 cm dan bobot 191 kg. Di balik fisiknya, ternyata ikan ini sangat populer sebagai sajian istimewa. Di Hongkong, hidangan ikan Napoleon dibandrol hingga 80 dollar US perkilonya. Sehingga ia tidak saja diagungkan karena kelezatan dan kemahalannya namun memakan Napoleon juga sebagai lambang status sosial.[……..]

Continue Reading

You may also like

Kemasan Unik Sebuah Oleh-oleh

Keiko salah satu rekan Jepangku pernah mengirimkan email tahun lalu bahwa kemungkinan tahun itu adalah tahun terakhir dia mengunjungi Indonesia karena research projectnya hampir berakhir. Namun perkiraannya ternyata keliru, bahkan seperti tahun-tahun sebelumnya dia masih aktif datang ke Indonesia dua hingga tiga kali setahun. Tetap dengan kebiasaan lamanya Keiko selalu menanyakan oleh-oleh apa yang mesti dia bawa. Wah! Rupanya dia trauma karena keliru membawa oleh-oleh. Dimana permintaanku berupa “Something To Hang” diartikan lugas sebagai gantungan serbet yang notabene amat sangat banyak ditemui di kaki lima disini. Padahal niatnya meminta hiasan dinding.

Berbeda dengan orang Jepang kebanyakan yang agak peka terhadap menu. Keiko bisa memakan segalanya termasuk makanan yang pedas sekalipun. Sepertinya ini menjadi satu ke klop-an karena akupun merupakan member dari Penikmat Makanan. Bagi Keiko masakan Menado OK, makanan jawa hayuk, sunda tidak nolak, padangpun apalagi. Benar-benar mudah untuk membawanya makan diluar. Satu makanan yang tak bisa dilupakannya adalah duren. Semula dia bersikukuh manggislah buah terenak di dunia hingga satu malam kakakku mengajak dia mencicipi durian. Seperti biasa aku menjauh untuk acara pesta buah ini. Dan benar begitu durian dicicipi pendapat dia langsung berubah. Durenlah buah yang terenak di dunia. Meski aku tak bisa mengamini karena bagaimanapun aku tidak doyan duren.[…….]

Continue Reading

You may also like