Seperti malam-malam sebelumnya di bulan puasa ini, aku dan bunda selalu menjemput ayah dikantornya selepas buka puasa. Bertiga dengan taksi kami lalu menuju Masjid Al Hidayah, masjid tua berarsitektur china yang megah berdiri di belakang gedung Sampoerna Strategic Square. Kami selalu menunaikan sholat tarawih disini. Ini satu pilihan yang terbaik daripada kami harus berhadapan dengan macet hingga tertinggal waktunya bila pulang terlebih dahulu. Setidaknya tempat inipun dekat dengan empek-empek @bing kegemaran bunda dan tak jauh dijangkau dari kantor ayah. Waktu masih panjang hingga ke Isya’ membuat kami memutuskan untuk menunggu di teras masjid.
“Lebaran gini di kantor banyak bazar loh Be,” Bunda membuka cerita.”Cuman duh ramenya ya, sampai ngeri kalo harus ikutan berebut dengan banyak orang. Lihatnya saja udah pusing.
Aku ketawa dengar cerita bunda yang memang paling alergi dengan belanja-belanja apalagi di tempet rame. Kulihat ayahpun cuman tersenyum mendengarnya.
“Pinginnya sih mencicil beli baju buat Dedek, tapi gimana Dedeknya masih malu kalo di USG,”
“Kalo untuk selimut, baju hangat khan unisex Hun,”
“Ya seh tapi warnanya?” Bunda menggeser duduknya untuk bisa menyandar di pilar,”Kalau dia cowok padahal kita siapin warna pink atau sebaliknya bagaimana?” […….]