Kecemasan Ayah Bunda

By Be Samyono (03122008.14.36)

Hampir sepuluh bulan usiaku.  Saatnya Bunda membuka-buka buku untuk mengevaluasi pertumbuhanku.  Dan kembali Bunda menanyakan padaku.

“Giginya mana?”

“Hehe” Jawabku tertawa

“Blon juga nongol yah bunda?” Tanya ayah ikut kawatir.

Tak dapat disangkat ocehanku memang dahsyat mulai umur 6 bulan.  Bahkan diusia sekarang aku sudah bisa memanggil kata ayah, bilang air, nenek, mimik, dan beberapa kata lain yang dengan amat jelas terucap fasih akupun telah bisa meminta sesuatu dengan menangkupkan tangan dan bilany “wun” atau bertepuk tangan saat aku gembira.  Namun untuk urusan gigi rasanya Bunda masih berharap-harap cemas.  Bukan itu saja kemampuanku untuk duduk dan merangkakpun menambah kecemasan itu.  Aku belum bisa du

duk sendiri dari posisi tengkurapku bahkan belum untuk merangkak.  Satu-satunya yang aku lakukan adalah merayap dengan tumpuan perut.  Kakek dan nenek menenangkan namun tetap saja ayah dan bunda cemas.  Internet, buku bahkan dokter Rini akhirnya jadi pelabuhan bertanya.  Merka bilang perkembanganku masih dalam batas normal.  Bisa jadi karena akau perempuan yang memang pada umumnya aktive secara oral dahulu.

Tapi aku sangat tahu bagaimana membuat ayah tidak cemas. apalagi kalau tidak memangil “ayah” saat ayah dipintu begitu pulang kerja atau bilang “dada” saat ayah berangkat kerja.  Moga ini bisa mendamaikan kecemasan Ayah bunda.

Please follow and like us:
Facebooktwitterredditpinterestlinkedinmail

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *