By Be Samyono [25042020-18.36]
“Apakah aku tidak berbakat?” Begitu komentar Ilona bila gagal melakukan sesuatu untuk pertama kalinya. Dan kayaknya sekarang jadi pertanyaan saya. Begitu mencoba pengalaman pertama. Baking. Okelah bisa cooking mungkin sudah seperti naluri untuk mengerjakannya tapi bila menyangkut baking. Tunggu dulu. Banyak alasan saya tidak pernah dan tidak gitu suka baking. Selain makan waktu lama, prosesnya lebih ribet dan sayapun tak pernah punya pengalaman sedikitpun melakukan baking. Gimana mau suka !
Tapi beberapa hari tergoda coba oven punya istri. Oven lama tidak pernah kepake hingga rusak. Karena WFH akhirnya istri ingin coba mau baking makanya ambil yang baru. Tapi anenya ovan tak tersentuh beberapa hari ini makanya saya pun iseng-iseng memakainya. Pertama membuat pizza … okelah. Kedua kalinya saat membuat roti sobek saya mulai tidak telaten ngulenin hingga adonan jauh dari kata kalis dan ketidak sabaran saya membawa pada tindakan buru buru hingga ada step yang terlewati. Bisa ditebak hasilnya tak maksimal dan roti hanya indah ditampilan tapi tidak di rasanya. Mau coba lagi?, saya sudah terlanjur malas.
Cuma disisi lain kok lebih tergoda untuk mencoba dan mencoba. Sepertinya ini bukan perkara bakat. Kalimat yang sering saya katakan ke anak saya untuk tak nyerah untuk belajar cooking! Masa ayahnya pada akhirnya saya sendiri yang tidak mencontohkan apa yang saya ucapkan? Bagaimanapun proses baking dan cooking adalah dua hal yang tottaly different. Proses cooking biasanya linier, persiapannya di depan dan berurutan, menariknya resepnya tak perlu tepat jumlah dan takarannya. Dan gampang buat memodifikasi semau kita. Beda dengan baking yang prosesnya kebanyakan paralel, ketepatan ukuran dan takaran sangat menentukan hasil. Pun urutannya. Bagi yang tak ahli sangat sulit memodifikasi karena berpengaruh hasil. Apalagi bagi saya yang awam. Waktu pengerjaanpun termasuk memakan waktu bagi saya.
Sementara saya orang yang eksperimental. Suka memodifikasi dan tak terikat pakem. Tak betah dengan urutan dan waktu yang lama. Jadi bisa ditebak saya lebih enjoy cooking. Cuman masalah dirumah anak anak penggemarroti. Yah mungkin jalan tengahnya bikin roti yang bisa dikombinasikan dengan proses cooking seperti piza, scootel, atau semacamnya. Memang tak ada yang lebih menyenangkan daripada melihat ekaspresi anak anak menyukai hasil dapur kita yang jelas sehat bahan dan cara memasaknya.
Setelah beberapa kali mencoba bereksperimen. Tibalah waktu indah itu. Usaha takkan menghianati hasil. Hal itu benar juga adanya. Sejauh ini saya cukup struggle untuk bisa baking secara sempurna padahal keinginan saya gak muluk muluk. Bisa bikin roti tawar itu aja! Karena saya gak cukup betah mentelengin resep kue yang rumit bahan dan stepnya belum lagi harus berhadapan dengan waktu tunggu.
Namun dua kali percobaan tidak memenuhi hasrat saya. Hingga dapat resep untuk dicoba ketiga kalinya. Bagi saya yang awam kesulitan saya adalah tak bisa memprediksi apakah adonan itu akan sukses atau tidak itu yang membuat saya deg degan. Makanya saya selalu ambil setengah resep biar kalau gak bisa dimakan masih bisa dimaafkan istri. Dan hari ini bersama si sulung berhasil juga kiranya menaklukkan resep bune. Ambyar deh semua kecemasan saya melihat hasil yang montok montok ini. Dan kali ke empat saya mencoba membuat roti sobek yang hasilnya sungguh mengejutkan saya. Karena selain bentuknya bagus sempurna tektur dan saranyapun ttak kalah dengan roti toko. Ini sangat membuat kepercayaan diri saya meningkat. Setidaknya pengalamana saya untuk cooking dan baking patutlah saya apresiasi dengan kunci yang sederhana. Apalagi kalau bukan merlatih dan berlatih lagi!.





