Menikmati perjalanan di Jakarta tak ada yang lebih nikmat selain dilakukan dengan TIDUR!. Perjalanan mencapai satu lokasi yang berlipat waktu yang dibutuhkan di jam kerja membuat waktu seakan terbuang. Tidur adalah investasi waktu dan akan ditebus di rumah dengan tidur larut untuk menyelesaikan ini dan itu. Inilah Jakarta. Saya masih ingat tahun 97 an saya menjadi Biker di Surabaya. Kemacetan yang tak separah Jakarta dan kepadatan kendaraan yang tidak over membuat saya lebih nyaman untuk bermanuver serta merasa aman untuk berkendara. Namun melihat jalan di Jakarta. Sepertinya keinginan untuk menjadi Biker jauh hari cepat-cepat saya urungkan.
Banyak alasan kenapa menjadi Biker di Jakarta menjadi momok bagi saya? Kepadatan jalan adalah hal pertama yang saya pikirkan. Bukan ngeri dengan banyaknya sepeda motor tapi lebih ngeri dengan perilaku berkendara yang luar biasa ajaib di jalan. Tak sekali saya jumpai pelanggaran lalu lintas serta adu mulut diantara para pengendara. Ini yang membuat nyali saya ciut. Dan hal kedua yang saya pikirkan adalah tempat parkir. Beberapa gedung tak ada tempat parkir, kalaupun ada seringkali mirip jebakan. Bisa masuk dan tak bisa keluar. Duh!. Dan semua ini diperparah dengan cuaca jakarta yang panas yang akan menambah lelehan keringat bercampur debu setiap harinya. Akibatnya dulu saat di rumah ada Supra X yang dibeli 7 tahun lalu, argometernya masih menunjukkan angka di bawah 1.000 KM. Paling jauh motor hanya dipakai untuk keliling komplek mengantar anak jalan […….]