By Be Samyono (10112015-10.13)
Pepatah yang mengatakan “belajarlah dari kesalahan” bisa jadi adalah pepatah yang salah! Bila kita mencerna kenyataannya kenapa kita tak belajar tentang hal benar?. Karena seringnya kita belajar dari kesalahan kita malah ahli dalam berbuat salah. Kembali mengulang kesalahan dan kembali kita memberikan statement “kita belajar dari kesalahan”. Memang pembelajaran adalah satu proses sepanjang hidup kita. Namun proses belajar yang tak membuat kita makin pintar menurut saya adalah satu pembodohan. Tulisan ini juga dimuat di DETIK.COM, disadur LACAK.ID dan satu kehormatan disebut dalam RUNWAY-AVIATION
Bicara mengenai pembelajaran dari berbagai peristiwa kecelakaan pesawat terbang, Bandara Adi Sucipto Yogjakarta bisa belajar banyak dari peristiwa kecelakaan pesawat Garuda GA 200 yang terperosok dan meledak pada tanggal 7 Maret 2007 silam. Tercatat 22 orang meninggal saat pesawat terbelah memanjang dari kabin hingga ekor. Pun maskapai Lion Group bisa belajar dari Kecelakaan pesawat Lion JT 904 yang terjatuh di perairan saat akan mendarat di Bandara Ngurah Rai 13 April 2013, meski tak ada korban jiwa namun 45 orang dilaporkan mengalami luka. Di sini buku ajar telah dipaparkan. Dengan mengevaluasi dan membuat antisipasi dari peristiwa yang ada harusnya kita makin ahli memitigasi atau menangani kecelakaan kalaupun telah terjadi. Pertanyaannya: apakah ujian tergelincirnya pesawat Lion Air Group, Batik Air ID 6380 di Bandara Adi Sucipto 6 November 2015 lalu membuat kita lulus?
TERGELINCIR
Saya termasuk phobia ketinggian. Hingga kondisi inilah yang membuat saya lebih memilih bersama istri saya bila ada jadwal terbang. Kebetulan sekali hari ini saya terbang bertiga dengan istri dan ipar perempuan saya untuk menghadiri pemakaman kakak sulung kami yang meninggal pagi tadi di Yogja. Meski terburu-buru dan dalam suasana duka namun sepertinya sejauh ini perjalanan cukup lancar. Bahkan hingga saat di dalam pesawat diumumkan bahwa dalam waktu dekat pesawat akan segera landing. Saya yang biasa menggenggam tangan istri saya saat take off ataupun landing, segera melepaskan pegangan saat badan pesawat sudah menyentuh landasan dimana jam menunjukkan sekitar angka 15.00 dan pendaratan sangatlah mulus. Namun tiba-tiba pesawat tidaklah cepat berhenti. Terasa beberapa pengereman gagal, badan pesawat sepertinya menjadi tidak stabil dan seketika itu belok kiri …. berhenti! Tak ada benturan, hentakan ataupun teriakan. Semua Terdiam.
KEPANIKAN PRAMUGARI
Dalam jeda antara 5 menitan tak ada seorangpun yang tahu apa yang terjadi. Saya hanya bisa melihat keluar jendela debu debu berterbangan diantara rintik hujan. Debu yang berasal dari semburan turbin di sayap pesawat yang sudah dalam posisi hampir menyentuh tanah. Seketika mesin mati. Lampu padam. Penumpangpun tetap tenang, kami hanya berusaha saling bertanya dan melihat keluar jendela untuk tahu apa yang terjadi. Karena selama itupun tak ada pengumuman dan sepatah katapun dari pilot ataupun kru. Baru kemudian saya lihat beberapa orang berkumpul di luar pesawat sepertinya ada yang tak beres dan dugaan saya pesawat tergelincir keluar jalur adalah benar. Sayapun sempat mengupload photo kejadian di FB. Karena tak ada komando apapun para penumpang mulai membuka kabin. Tiba tiba seorang pramugari teriak dengan kencang dan tidak jelas berintonasi kemarahan bercampur kepanikan. Saya tangkap kata-katanya meminta penumpang tidak membuka kabin dan tetap duduk. Inilah kata kata pertama yang keluar dari mulut kru pesawat. Dan teriakan kembali di keluarkan lewat toa saat ada penumpang yang tak sabar berusaha membuka pintu darurat. Meski bingung dengan apa yang terjadi kamipun diam dan menunggu hingga lampu menyala.
Pintupun bisa dibuka. Seingat saya ada 2 pramugari yang berdiri di depan berteriak-teriak menyuruh penumpang untuk keluar dengan melepas sepatu. Kami para penumpang bahkan saya kebingungan. Bingung dengan kondisi yang justru dipicu oleh tingkah pramugarai yang menunjukkan kepanikan yang berlebihan dengan berteriak tidak jelas. Tidak mengatur atau membantu penumpang untuk tenang namun justru memberikan suasana yang tidak konduktif bagi penumpang. Kami yang berada di kursi depan baris kedelapan segera keluar dan karena tak ada instruksi meninggalkan barang semua penumpangpun keluar dengan bawaan masing-masing. Para pria diminta keluar lewat pintu kiri dengan tangga sementara wanita ke kanan dengan menggunakan seluncuran. Aba aba panik dari pramugaripun kembali berbunyi meminta kami melepas sepatu. MUngkin untuk penumpang wanita yang melalui seluncuran perintah ini masuk akal tapi bagi para pria yang lewat tangga?. Sayapun turun menggunakan tangga segitiga yang biasanya digunakan untuk bangunan dibantu beberapa orang yang telah ada di luar pesawat. Lega rasanya telah berada diluar ditengah rintik hujan dengan sepatu yang telah saya copot. Meski saya akhirnya bertanya tanya kenapa harus copot sepatu bila harus lewat tangga. Tak tahu harus kemana sayapun hanya berusaha mencari istri dan ipar yang ternyata keluar melalui seluncuran.
TANPA KOORDINASI
Diluar pesawat saya lihat roda depan pesawat telah masuk tanah lunak diluar landasan. Badan pesawatpun seakan menukik dengan hidung hampir menyentuh tanah. Mungkin bila pesawat tak dibelokkan pesawat akan meluncur diujung landasan dan turun kearah jalan dengan resiko lebih fatal akibatnya. Beberapa penumpang yang telah dievakuasi bertebaran di sekitar pesawat berbaur dengan orang-orang yang entah dari mana. Tak ada satupun yang mengurus kami. Bahkan tak ada komando untuk menjauhi pesawat agar steril sehingga memudahkan evakuasi atau berjaga-jaga bila pesawat membahayakan orang sekitarnya. Saya berisinisitif menjauhi pesawat sembari melihat beberapa orang sibuk berfoto bahkan selfie. Sembari menjauh saya pun mengambil photo secara acak. Dalam kebingungan akan apa yang harus dilakukan saya mencari tempat di pinggir jalan di batas landasan. Mencoba menghubungi saudara dan kakak saya di rumah duka. Selebihnya kembali kami hanya menunggu berharap ada penanganan atau petunjuk yang bisa kami ikuti.
Seperempat jam kemudian dua bus AURI muncul, karena tak ada pengumuman apapun saya menanyakan apakah bus ini dipakai untuk mengangkut penumpang ke terminal bandara. Jawaban positif yang diberikan membuat beberapa penumpang yang berkumpul berebut untuk naik bus. Kamipun dibawa ke terminal baru, terminal B. Kembali karena tak ada komando kami hanya berjalan mengikuti kelompok besar didepan kami. Hingga kami sampai ke ruang imigrasi yang jelas tak bisa untuk menampung para penumpang. Kamipun akhirnya disuruh berkumpul di ruang keberangkatan di sebelahnya yang menampung penumpang, lalu dibagikan aqua. Sepuluh menit kemudian barang-barang dari bagasi diantar ke terminal ini dan beberapa penumpang mulai mengurus barangnya masing masing. Karena tak ada yang dilakukan dan pengumuman apapun kamipun berinisiatif untuk pulang. Terlebih saya lihat beberapa petugas kebingungan dengan apa yang harus mereka lakukan san tidak bisa memberi banyak informasi ataupun arahan yang jelas. Sampai detik ini saya benar benar tak mengerti.
LULUS?
Ketidak mengertian saya tidak bisa cair hingga hampir seminggu setelah kejadian. Saya belum mampu mengurai beberapa hal yang saya rasakan jangggal dari peristiwa kecelakaan ini. Beberapa point yang saya catat seperti:
- Begitu kecelakaan terjadi dimana penumpang masih berada di dalam pesawat tidak ada pengumuman, komando ataupun koordinasi antara kru pesawat atau pilot untuk memberitahukan kondisi yang terjadi ataupun menangani penumpang. Pun saat menangani penumpang keluar dari pesawat. Kepanikan yang ditunjukkan oleh kru pesawat menunjukkan tidak adanya SOP yang diterapkan dalam kondisi darurat.
- Ketika penumpang telah turun terlihat tidak ada koordinasi antara kru dengan pihak bandara untuk mengkoordinasi penumpang. Terjadi kerumunan yang tidak jelas antara penumpang, pihak yang membantu evakuasi ataupun orang yang tidak berkepentingan didalam lokasi. Efektifitas dan keamananpun menjadi dipertanyakan. Terlebih justru yang mengangkut penumpang adalah bus AURI hingga koordinasi ini dipertanyakan.
- Penanganan penumpang di terminal tempat evakuasi juga menjadi pertanyaan. Petugas yang ada hanya sekedar mengugurkan kewajiban tanpa tahu bagaimana harus menangani kondisi ini. Bahkan sejauh ini tak ada pendataan, pertanyaan mengenai kondisi penumpang ataupun pemberitahuan akan apa yang harus penumpang lakukan. Bahkan yang paling penting penjelasan pihak terkait kepada penumpang akan kejadian ini.
Secara pribadi saya tidak berhak memberikan angka kelulusan atas kinerja Lion Group ataupun pihak bandara mengingat kapasitas saya bukan expert disini. Namun sebagai korban rasanya saya berhak untuk membuka suara memaparkan realita agar kita bisa belajar secara benar. Tidak selalu mengulang kesalahan. Saya yakin disetiap musibah kesiapan penanganan akan lebih meminimalkan korban. Mengingat kerugian yang didapat bukanlah soal materi namun juga waktu, tenaga, trauma bahkan NYAWA! Meruntut pengalaman yang saya paparkan bisa dikatakan kecelakaan kali ini adalah peristiwa minor dibanding kecelakaan serupa lainnya. Kontrasnya, bila peristiwa minor saja penanganan kondisi emergency tidak bisa tersistem dan terkoordinasi bagaimana bila musibah besar terjadi? Harusnya penerapan penanganan kondisi darurat baik di pesawat maupun di bandara diterapkan dan berulang disimulasikan agar saat kejadian semua pihak tidak gagap menanganinya. SOP sebagai arahan penanganan hendaknya ada dan dilaksanakan secara terstruktur dan sistematis. Rasanya tak perlu menuding siapa yang salah, pastikan kita bisa belajar yang BENAR dalam nenagani musibah. Belajarlah pada bandara-bandara internasional negara tetangga bagaimana mereka peduli dan mau untuk menerapkan emergency management untuk keselamatan penumpang.
Akhirnyapun sebagai pribadi tak ada tak menginginkan apapun dari peristiwa dan tulisan ini selain pihak yang terkait dalam hal ini Lion Group dan Bandara mulai membuka mata dan pro aktif bisa menempatkan keselamatan penumpang diatas segalanya melalui penanganan musibah dengan cepat dan tepat. Dan mungkin keinginan utama lain saya tidak berlebihan yaitu mendengar PERMINTAAN MAAF Lion Group atas peristiwa ini. Tempatkan kami sebagai konsumen yang punya hak atas pelayanan yang telah kami bayarkan. Bagaimanapun meski kerugian berada di pihak Lion Group namun kami tidak membayar untuk kecelakaan yang terjadi!
Setidaknya tunjukkanlah EMPATI tersebut. Jangan alih alih nantinya malah menyuruh kami bersyukur karena sudah SELAMAT!