By BeSamyono [09052020-10.00]
Kadang peran domestik dirumah tidak bisa diulur dengan steriotip gender. Di rumah saya dan istri bisa jadi kerjaan terbalik, saya bagian masak dan setrika karena saya tak suka nyetir apalagi menjemur. Sementara istri enggan masak dan nyaman nyetir. Namun bagi kami sebenarnya pekerjaan dirumah bukan lagi bagian suami atau istri. Prioritas kami yang penting bagaimana agar pekerjaan yang ada diselesaikan dengan segera apalagi urusan anak. Toh pada akhirnya mana tega juga kalau semua dikerjakan oleh suami atau istri sendiri.
Hal semacam ini mungkin lebih bisa dipahami oleh anak anak. Di benak mereka terbentuk konsp tidak apa pekerjaan berdasar gender. Ynang terpenting adalah bagaimana mereka bisa mandiri melakukan pekerjaan itu termasuk dalam kondisi darurat. Hal ini juga yang masih merupakan PR bagi kami agar mereka bisa mampu sesuai denan umur mereka. Karena hal seperti ini tidak cukup diselesaikan dengan perintah ataupun sekedar cobtoh. Namun perlu latihan dan dilakukan berulang ulang. Setidaknya melatih mereka untuk peka akan kondisi sekitarnya.
Pernah di sekolah dipertanyakan gurunya kenapa PR mendefinisikan pekerjaan di rumah terlihat salah dan terbaik. Dimana ayah memasak dan ibu membersihkan rumah. Rupanya peran seperti ini belum bisa diterima beberapa orang. Termasuk beberapa komentar teman yang melihat betapa bahagianya istri saya karena suaminya yang memasak di rumah. Hal ini bukanlah bagaimana dalam rumah tangga masing masing pihak memilih pekerjaan yang lebih ringan namun bagaimana pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dengan senang. Bagimanapun meski saya memasak istri saya pun punya peran dan pekerjaan lebih memegang anak anak.
Bagi kami cukup dinikmati saja pekerjaan yang ada di rumah, saling diringankan dengan result terselesaikan. Anak anakpun kini sudah bisa jadi team karena sudah dibiasakan. Tak perlu repot ada atau tidak ada mbak di rumah. Tinggal mengendalikan kondisi saja. Untuk pekerjaan yang memakan waktu atau sulit. Yah bagi bagi rejeki ke pihak lainlah meski diri bisa mengerjakan. Seperti laundry, bersihin kamar mandi atau bila ada kerusakan yang tidak minor. Sekarang jamannya lebih mudah. Tinggal klik aplikasi atau telpon semuanya beres. Pun untuk memasak meski bisa bikin dough, puff pastry bumbu ini itu namun bila waktu tak senggang, yang instantpun bisa digunakan. Hidup jangan dibuat sulit terlebih dalam rumah tangga. Hidup terlalu berat untuk lebih dibuat rumit bukan.
Ujian sesungguhnya untuk kerjasama kami tidak saja diuji di rumah. Dalam traveling kerjasama ini sangat-sangat diuji. Dimana keluarga ditempatkan pada lingkungan yang beda, tanpa bantuan dan hanya mengandalkan satu dengan yang lainnya. Disini kami betul betul berbagi tugas dimana istri saya yang atur jadwal sementara saya yang eksekusi dan mengarahkan. Di lapanganpun anak anak mendapatkan tugas masing masing dan belajar bertanggung jawab. Yang satu jaga adeknya yang satu bawa barangnya, satunya mencari tempat tujuan sementara yang lain mencari petunjuk di gadget. Semua punya peran.
Omong omong soal traveling. Beruntungnya saya cukup sukses mengajari istri memotret. Dari keengganan di photo dan memoto hingga kini bisa dibilang 95% instagram saya adalah jepretannya. Semula saya hanya mengajari telnik dasar, mengarahkan dan mencarikan angle. Lama lama saya cukup menentukan tempat memotret dan mengarahkan angle nya selebihnya dah patent. Hasilnya tinggal di crob dan edit minor jadilah materi IG. Jadi lumyan tak perlu ada budget nyewa photografer profesional. Mutualisme yang menghemat budget. Bukankah mutuialisme itu sangat menyenangkan.