By Sam (25092007.12.20)
Keiko salah satu rekan Jepangku pernah mengirimkan email tahun lalu bahwa kemungkinan tahun itu adalah tahun terakhir dia mengunjungi Indonesia karena research projectnya hampir berakhir. Namun perkiraannya ternyata keliru, bahkan seperti tahun-tahun sebelumnya dia masih aktif datang ke Indonesia dua hingga tiga kali setahun. Tetap dengan kebiasaan lamanya Keiko selalu menanyakan oleh-oleh apa yang mesti dia bawa. Wah! Rupanya dia trauma karena keliru membawa oleh-oleh. Dimana permintaanku berupa “Something To Hang” diartikan lugas sebagai gantungan serbet yang notabene amat sangat banyak ditemui di kaki lima disini. Padahal niatnya meminta hiasan dinding.
Berbeda dengan orang Jepang kebanyakan yang agak peka terhadap menu. Keiko bisa memakan segalanya termasuk makanan yang pedas sekalipun. Sepertinya ini menjadi satu ke klop-an karena akupun merupakan member dari Penikmat Makanan. Bagi Keiko masakan Menado OK, makanan jawa hayuk, sunda tidak nolak, padangpun apalagi. Benar-benar mudah untuk membawanya makan diluar. Satu makanan yang tak bisa dilupakannya adalah duren. Semula dia bersikukuh manggislah buah terenak di dunia hingga satu malam kakakku mengajak dia mencicipi durian. Seperti biasa aku menjauh untuk acara pesta buah ini. Dan benar begitu durian dicicipi pendapat dia langsung berubah. Durenlah buah yang terenak di dunia. Meski aku tak bisa mengamini karena bagaimanapun aku tidak doyan duren.
Satu hal yang menjadi kesenanganku dengan oleh-oleh yang dibawa Keiko adalah KEMASAN-nya. Sepertinya sudah menjadi budaya di Jepang bahwa buah tangan adalah hal yang lazim dan amat sangat dihargai hingga perkara kemasan/bungkusnya tak tanggung-tanggung menghiasnya. Tidak saja unik tapi kesannya yang minimalis sangat elegan dan sampai-sampai terbersit pikiran sayang untuk membukanya apalagi memakannya bila itu adalah makanan. Bahkan akupun beberapa kali masih menyimpan bungkus kado bekasnya karena selain desainnya yang unik materialnyapun tidak ditemui disini. Tiga minggu lalu sebelum ke Jakarta kembali Keiko menanyakan mengenai oleh-oleh itu. Dan langsung aku sebutkan 2 makanan yang bener-benar khas Jepang. Dorayaki (kuenya Doraemon) dan Miso Soup. Keiko memberi note kalau dia akan membawa Dorayaki dalam berbagai rasa termasuk misonya. Agak surprise dia karena aku meminta miso soup. Sebenernya tidak mengherankan dibanding beberapa miso soup yang disajikan di beberapa restoran Jepang di Jakarta, Miso soup instant yang pernah dibawa Keiko jauh-jauh lebih lezat rasanya. Meski hanya berupa soup instant yang cukup diseduh dengan air panas. Untuk inilah aku berkenan memintanya membawa lagi.
“Aduh imutnya, sayang banget kalau dimakan ya,” Begitu Huny-ku berkomentar saat oleh-oleh dari Keiko telah tiba di rumah.
Pendapat itu tidak berlebihan karena dibalik kantong kertas dengan desain khusus terbungkus sekotak dorayaki aneka warna yang berbalut kertas kado menawan dan berlilitkan tali warna senada yang amat elegan. Tidak saja memberikan sentuhan indah namun juga sangat higienis dengan adanya silica gel dan plastik kedap udara. Kami bener-bener takjub melihat kreatifitas orang Jepang dalam hal kemasan ini.
“Simpen aja dulu Be!,” Usul Huny-ku.
“Akh keburu lapar pingin makan dorayaki lagi,” Kamipun tertawa.
“Jangan-jangan bisa mahalan bungkusnya ya daripada isinya!”
“Mmmm … ” Aku jadi memikirkan pertanyaan itu! Laparku jadi hilang. Benarkah?.
2 comments
yaaa dipajang aja kalo gitu hehe
Jepang memang sangat mengutamakan penampilan dalam hal apapun, terutama makanan. Cara menyajinya juga sangat menarik.”me de taberu” ada slogan yang seperti itu. artinya “makan dengan mata”. biasa kan kita kalau melihat makanan yang sangat menarik, suka sering lapar mata istilahnya. Bahkan bekal untuk sehari-hari merekanya aja benar2 cantik. Beda dengan bekal yang sering dibuat kalau di Indonesia.
membawa oleh2 jika bepergian, itu juga satu budayanya mereka. Termasuk dengan mengemasnya dalam bungkusan yang cantik.
Tapi tenang aja gak akan bungkusnya lebih mahal dr isinya. karena itu memang sudah satu paket biasanya :).