Ziarah

By Sam (290305.16.09)

Lima tahun lalu …

Kulihat perlahan jenazah bapak diturunkan.  Dan liang lahat menyambutnya.  Tapi kami anaknya … cucunya bahkan ibuku dalam berat melepaskannya.  Kerumunan pelayat bagai keheningan bagiku.  Semua episode kebersamaan terkilas dan menyayat.  Ketidak relaanku menggelayut.  Penyesalanku membeban, aku belumlah cukup membalas bakti!.  Bunga-mawar melati runtuh menyebar di pusara yang tertutup dan menyematkan kata berpisah, kulihat mata ibuku tampak tak kering meratap kesedihan, dan kurasa hatiku mulai hampa.

Empat tahun lalu …

Aku menemui Bapak dipusaranya.  Penyesalan dan bebanku taklah berkurang.  Tak kulihat warna lain kecuali kelabu.  Dan tak kucium wangi lain kecuali bunga pedih baktiku yang lamban tertatih.  “Bapak aku … belum mampu membahagiakanmu, begitu cepat kebersamaan kita hilang!”.  Kutinggalkan makam dengan kerumunan peminta-minta dengan rengekannya yang menampar ketidakberdayaanku.

Tiga tahun lalu …

Warna kelabu itu masih ada, demikian pula wangi pedih sesal batinku saat pusara Bapak aku kunjungi terik hari.  Bahkan ku rasa aku kian terseok.  Berkaca pada masa lalu yang kuharap bisa kembali,… tak bisa kuulang.  Kubayangkan aku bisa lebih memberi perhatian Bapak, menemaninya menonton wayang atau bersama melagukan tembang-tembang jawa, atau setidaknya menyeka keringat di dahinyanya saat aku di boncengan sepedanya.  Sedikit menengok dunia milik bapak yang jarang kusentuh dan ku apresiasi.  Irisan hatiku menginginkan waktu itu kembali… tapi detak takdir teruslah berjalan.  Aku dalam persimpangan.

Dua tahun lalu ….

Aku berdiri menatap nisan yang mengering tanahnya, perlahan bungan ziarah kutaburkan …. hatiku tak berasa, meski sebagian telah jatuh dan ikut layu. 

Setahun lalu …

Aku berbicara dengan Bapak.  Kukatakan aku akan tersenyum hari ini.  Berpaling dari masa lalu yang membuat aku buram.  Beranjak dari pedih dan gundah yang membeban serta patuh pada waktu yang taklah bisa kuharap kembali. Menyadari kebodohan tiga tahun ini.  Tak bijak makin menyendat Bapak dengan derita disaat masa lampaupun bahagia tak bisa kuberikan.  Kutahu bukan ini yang Bapak mau, keyakinanku meneguhkan Bapak inginkan aku bisa tunjukkan bahwa aku mampu.  Mampu mensenyumkan diriku juga mengeringkan air mata ibu. Baginya bahagiaku adalah milik dia.  Kutatapkan wajahku kedepan, ada bulir bening mengalir hangat.  Bulir kelegaan dan keyakinan …Bapak ada di sisiku, menyelimutiku dengan ajaran dan kasih.

Setahun yang akan datang …

Aku meyakinkan

“Bapak aku akan datang bersama bahagiaku, juga senyum ibu ….!”

Please follow and like us:
Facebooktwitterredditpinterestlinkedinmail

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *