Be Samyono [06.06.2023]
Indah, keren, luar biasa, ….. mungkin itu sebagian komentar pendek yang banyak mengalir di media sosial menanggapi postingan saya tentang si bontot Ilona yang sedang menekuni olah raga Gymnastic. Entah itu komentar mengenai gerakan akrobatiknya ataupun prestasi yang dia raih usai menjuarai sebuah pertandingan. Benarkah keren, indah atau seluar biasa itu?
Memang bila kita melihat hasil akhir dari semua proses segalanya terasa keren dan mudah. Namun bila kita menoleh kebelakang menelusuri perjalanan proses yang panjang dan penuh liku, Entah apakah kita masih mempunyai komentar yang sama. Setidaknya bagi kami sebagai orang tua yang bersamanya dalam 3,5 tahun ini menekuni dunia gymnasticsnya bukanlah hal mudah. Dengan umurnya yang masih 10 tahun ada waktu dan tenaga yang ekstra tercurah untuknya baik di saat latihan setiap harinya ataupun pertandingan. Ada beban mental dan kekawatiran yang selalu kami perjuangkan di setiap kali dilatihan dan bertanding. Semula kami melihat kegiatan gymnastic ini sebagai kegiatan terapi semata bagi Ilona untuk bisa lebih fokus dan jadi booster bagi pelajaran sekolahnya. Namun semuanya berubah menjadi serius begitu dia menampakkan prestasinya hingga dia merasa disitulah dunianya. Terlebih saat dia masuk dalam program atlet binaan DKI (POPB). Perjalanan yang baru seumur jagung ini sungguh membuat kami shock terutama masalah masalah dibawah ini.
MASALAH FISIK
Fisik mau tak mau adalah hal utama bagi seorang atlet. Terlebih bagi seorang gymnast, badan gemuk, kaki tidak lurus, atau bawaan lahir lainnya akan menjadi PR yang besar. Satu kesempurnaan yang akan muskil untuk dikejar bila secara fisik itu adalah bawaan lahir. Mungkin bagi ilona tubuhnya yang kecil adalah keuntungan tersendiri untuk bisa dibentuk di usianya namun ketidak sempurnaan lain menjadi catatan yang membuat hati orang tua menjadi was-was mengingat beberapa adalah bawaan fisik secara lahiriah. Kecemasan ini benar-benar makin menyeruak kala anak dihadapkan pada cidera fisik. Cidera tidak hanya membuat atlet tak mampu menunjukkan performa terbaiknya namun juga memberikan efek kecemasan secara mental yang mendalam. Inipun terjadi pada ilona disaat pergelangannya mengalami cidera ataupun jatuh. Ketakutan membuat gerakan pada tumpuan pergelangannya cukup mengganggu dan memberikan efek takut padanya hingga beberapa bulan. Bahkan akhirnya merambat bagai efek domino, kecemasan inipun menjadi beban yang berat juga bagi kami orang tua. Bagaimanapun tak ada ketegaan yang bakal singgah bila sudah menyangkut cidera yang terjadi pada anak, karena kawatir akan pertumbuhan fisiknya. Terlibih semakin advanced semakin sulit gerakannya. Tak terkira bagaimana usaha mengobati cidera dari ahli pengobatan tulang, fisioterapi, sport massage hingga ke dokter ortopedi yang semua harus kami usahakan.
MASALAH SKILL
Skill gymnast dalam menguasai gerakan akan menentukan keberhasilannya. Karena semakin sulit gerakan tentu mempunyai skore yang lebih tinggi pula. Jelasnyapun gerakan yang mempunyai kesulitan tinggi akan sebanding dengan nilai tinggi dan cidera yang tinggi juga bila gagal mengeksekusinya. Beberapa gymnast cukup lama untuk bisa menguasai gerakan namun ada kalanya cepat seperti Ilona. Namun bagaimanapun kematangan gerakan akan ditentukan dari proses dan waktu menjalaninya. Skill inilah yang akan menjadi masalah cepat lambatnya karir atlet dan skill ini juga menjadi ajang persaingan dan konflik diantara orang tua gymnast yang tidak paham bahwa setiap gymnast mempunyai kemampuan skill yang tidak selalu sama. Dimana pada akhirnya masalah kecemburuan menyeruak diantara kompetitor. Saat ini Ilona berada di level 4 namun sebulan lagi akan diuji di level FIG (pro) junior di kejuaraan Indonesia Open. Satu sisi tentu ini merupakan kebanggan tersendiri karena di levelnya bisa di challenge mampu untuk lompat level. Namun disisi lain proses dan jam terbang tidaklah bisa dibantah. Perlu ada yang dimatangkan lagi untuk mastering beberapa gerakan. Sehingga harapanya tidak saja secara skill, secara mentalpun dia mampu menyeimbangkannya. Dan tentunya tantangan tantangan seperti ini membuat anak harus ekstra kerja keras untuk mengejarnya.
MASALAH MENTAL
Sekuat kuatnya ilona menghadapi tekanan latihan dan target juara harus di pahami juga bahwa dia baru berumur 10 tahun. Dia masihlah anak anak. Meski dia yang paling tahan dalam latihan keras namun ada kala mentalnya hancur. Saya tak pernah menyangka bila sikap kompetitifnya menjadi bumerang bagi dirinya karena masalah target pertandingan dan ketidakpercayaan dirinya untuk mencoba level baru. Dia tidak siap dengan program ini dan diapun mengalami mental breakdown. Akibatnya latihannya tak terfokus, hasilnya berantakan dan semangatnyapun menipis. Sayapun cukup kuatir untuk memotivasinya padahal beberapa pertandingan sudah menantinya. Hingga pada akhirnya saya memberanikan diri mencoba membuka komunikasi dengan para coach untuk bisa membantu mensupport dan membangkitkan dia kembali. Syukurlah kondisi ini cepat berlalu. Hal ini merupakan pengalaman yang sangat berharga sekali karena bagaimanapun kesehatan mental tak kalah pentingnya dengan masalah fisik. Jujur saya lebih cenderung untuk pro pada masalah mental pada anak. Karena ini akan menjadi pondasi profesionalismenya sebagai atlet, basik dari habit dan attitutenya.
MASALAH WAKTU
Tak dipungkiri latihan Ilona yang mencapai 20 jam seminggu bukanlah perkara mudah. Masalat transportasi dan akomodasi menjadi hambatan bagi kami yang bekerja dan tak ada pembantu yang biasanya akan siap mengantarkannya. Namun mau tak mau walau harus meminta bantuan beberapa saudara dan kerabat sedikit banyak bisa mengurai masalah ini. Meski pada akhirnyapun kami seakan tidak punya waktu lagi untuk dikompromikan dengan pekerjaan karena selalu berbenturan dengan kegiatan Ilona. Entah itu latihan, podium training ataupun saat adanya pertandingan. Waktu kami benar benar habis untuknya.
MASALAH PERSAINGAN + POPULARITAS
Dunia atlet tidaklah se-fun yang kita kira, aspek persaingan jelaslah selalu ada. Saya tidak menyangka bila nama Ilona menjadi menjadi nama yang termasuk di segani dalam pertandingan Gymnastics selevelnya. Kemungkinan ini berasal dari aktifitasnya di beberapa kejuaraan yang dia ikuti dimana dia mampu menunjukkan prestasinya. Ataupun menilik clubnya yang di kenal disiplin dan menghasilkan atlet. Ternyata persaingan ini tidaklah ada disaat pertandingan dilapangan. Dari pengalaman, medsos menjadi ajang yang paling mudah untuk mengintip kekuatan lawan. Belakangan tak sedikit beberapa coach dari club lain dan beberapa orang tua sudah mulai memfollow IG ilona untuk tahu lebih banyak mengenai program latihannya. Photo ilona pun saat bertanding kedapatan beredar di group chat parent di salah satu club. Atau beredar kabar bahwa di satu group dibahas bahwa nama ilona patut di waspadai. Bahkan pernah salah satu parent ijin mengambil video ilona saat bertanding untuk dipelajari. Sejauh ini saya tidak berfikir jauh ke arah sana namun hal-hal yang terjadi belakangan ini menyadarkan saya untuk lebih bijak mengupload aktifitas Ilona dimana media sosialnya masih dibawah pengawasan saya. Sedikit banyak pada akhirnya Ilona paham akan posisinya dalam perjalanan karirnya. Disaat inilah saya selalu berusaha menarik kakinya untuk bisa menginjak bumi, membenturkan kepalanya pada awan agar dia paham bahwa hal kecil ini jangan sampai melenakan. Entah dalam ketakaburan ataupun dalam lena. Kecemasan saya tidaklah tanpa alasan saya tak ingin hal persaingan ini menjauhkannya dari fairness dan sikap sportif.
Dan semua inimembuat kami harus belajar dan beradaptasi di dunia atlet yang baru ini. Mencoba mengelola mental terhadap kecemasan, ketakutan dan pengharapan. Semoga Allah selalu memberi petunjuk, biarkan doa kami menjadi pelindung baginya dan semoga kerja kerasnya memberikan hasil yang mampu menorehkan tinta prestasi. Amin amin amin
Bagaimana dengan anda, apakah siap dengan semua ini?