Rayuan Pagi

Pagi itu aku sudah mandi dan bersiap, seperti biasa aku akan mengantar ayah dan bunda kerja sebelum ikut abang Dika sekolah di PAUDnya. Kelasku sendiri baru akan mulai Juli nanti rasanya tak sabar bila harus menunggu. Ikut kelas abang Dika sedikit banyak bisa menghiburku. Kulihat pagi ini Bunda telah rapi namun ayah tak pergi bersama Bunda kali ini karena ayah ada pekerjaan di Papua. Dua hari lagi Ayah akan kembali dan aku telah berpesan untuk membawakanku buku tempel kegemaranku belakangan ini.

“Bunda nanti aku antar-antar kerja yah” kataku di ruang keluarga.
“Iyah cantik … duh baik hati sekali kamu” Ujar Bunda menyambut hangat tawaranku. akupun segera berlari masuk kamar untuk mengambil sesuatu. Kuhampiri kembali Bunda, [……..] ,

Continue Reading

You may also like

Sebuah Hukuman dari Sophie (Catatan Ayah)

Tak ada yang lebih menyakitkan selain menghadapi rasa penolakan seorang anak. Saya tidak pernah membayangkan bila Sophie bisa melakukannya sedini ini. Saya dan Bundanya mencoba memahami kondisi yang tengah terjadi, mencoba tak membebankan kesalahan namun segera berupaya mencari solusi. Keyakinan kami cukup sederhana. Tak ada permasalahan yang tidak bisa dipecahkan. Itu saja. Dan lebih jelasnya kami tak ingin terlambat dan memdapat rasa bersalah yang akan kami tuai nantinya.

Tak disangka bulan Maret ini jadwal saya dan jadwal Bunda begitu padat. Beberapa kali kami tak bisa pulang tepat waktu. Kadang larut dan seringkali tiba disaat Sophie sudah tidur. Meskipun ada waktu 2 jam dipagi hari untuk bersamanya namun sepertinya tetap ada waktu kebersamaan yang kurang. Waktu sabtu minggu biasanya kami coba memaksimalkan kebersamaan dengan dirinya, sebagai waktu kompensasi. Mengajaknya main atau pergi yang memang khusus untuk dirinya. Harapannya Sophie bisa melihat kondisi ini lebih proporsional dan dia sama sekali tidak merasa di nomor duakan dibandingkan pekerjaaan kami. Karena kami telah mengajarkan pengertian kenapa kami harus meninggalkannya dan bekerja. Kembali ternyata semua ini belumlah cukup [……..]

Continue Reading

You may also like

Anehnya Aku

Beberapa waktu belakangan ini banyak orang yang merevisi pendapatnya mengenai aku. Tak lagi mengatakan bahwa aku mirip ayah tapi justri sebaliknya Bundalah yang dominan mewariskan kecantikannya. Ayah hanya menjulurkan lidahnya bila makin banyak yang berpendapat seperti ini dan Bunda terpingkal. Bisa jadi benar yang mereka katakan. Namun dibalik itu ternyata beberapa sikap dan sifatku lebih mirip dengan ayah. Lihat caraku tidur, bengong dan kentut..ups hahaha. Bunda bilang ayah banget. Tidak itu saja kreatifitas dan keusilanku sangat Ayah banget, sampai sampai kakek-Nenek geleng geleng dibuatnya. Namun ada yang sangat unik yang justru belakangan ini baru nampak di aku yang bisa dibilang aneh seperti:



SUKA MUNTAH:

Soal ini aku mirip banget dengan ayah apalagi kalau bukan soal makanan. Bisa dibilang selera makan ayah adalah seleraku, bahkan acara makan ayah adalah cara makanku. Aku suka makan makanan yang beragam, buah dan sayur yang tidak biasa Bunda makan. Dan kebiasaanku untuk makan makanan tanpa kuah persis seperti Ayah. Nasi goreng, terutama bubur adalah makanan yang tak ayah nikmati dan aku hindari. Bila Ayah akan muntah bila saat kenyang lalu membaui makanan maka aku akan muntah bila melihat makanan bayi sebangsa bubur. Lah! bukan itu saja aku akan sangat kelabakan dan muntah bila melihat muntahku sendiri atau melihat sisa susu di botol susuku. waduh![…….]

Continue Reading

You may also like

Obsesi Sophie

Aku tidak hanya menginginkannya, lebih dari akan mengucapkannya hampir setiap hari. Ya … aku ingin SEKOLAH! kata sekolah seperti kata ajaib di telingaku. membuatku bersemangat bangun pagi bahkan melecutku untuk mengerjakan ini dan itu. Kulihat Bunda beberapa kali survey play group bahkan beberapa telah aku coba free trialnya. Namun sepertinya ada yang tidak membuat Bunda berkenan. Tidak saja kurikulumnya tapi juga fee-nya yang kadang membuat dahi mengernyit. Kuingat bunda menjanjikan aku sekolah kalau aku sudah 2 tahun. Dan di ulang tahunku yang kedua Bunda benar-benar menepatinya.

Suatu hari Bunda mendiskusikan masalah sekolah ini dengan ayah. Sepertinya Ayah menginginkan agar aku sekolah di lembaga formal dengan pemikiran tidak saja kebutuhan sekolahku terpenuhi tapi juga kedisiplinanku bisa diasah. Dan kembali pertimbangan geografis menjadi penentu pemilihan sekolah nantinya mengingat faktor kemacetan dan transportasi begitu dominan menjadi pemikiran di Jakarta. Gugurlah sudah alternatif untuk menyekolahkanku di Gymboree atau Tumbletooth. […….]

Continue Reading

You may also like