By Be Samyono (19102009-14.20)
Suatu ketika saya lelah sekali dengan kondisi, tidak saja badan saya tapi juga pikiran. Saat seperti ini, kondisi saya tak jauh dari kata autis – tak mampu merespon stimulasi dari luar. Namun sungguh mengherankan, bila stimulasi itu berupa pertanyaan mengenai Baby saya hasilnya akan jauh beda. Entah energi siapa yang membakar, seakan saya tak bisa putus menceritakan baby mungil saya dengan mata terbinar dan kelelahan yang sirna. Mungkin inilah kekuatan semangat yang dibarakan oleh seorang anak yang tak pernah kita sadari saat tersulut.
Cerita mengenai baby sophie selalu indah, selalu membuat tergelak dan gemas meski tak saya pungkiri disisi lain Baby Sophie adalah seorang anak yang kadang tak ubahnya berpolah seperti anak-anak sebayanya, tumbuh dan berkembangan dengan dinamisnya sekurun waktu yang dilaluinya. Ngambek, malas, menangis, mogok ataupun protes merupakan polah lainnya yang juga saya temukan pada sososknya. Dalam menghadapinya reaksi sayapun tak jarang seperti orang tua yang lain yang menjadi jengkel, marah bahkan tak sabaran. Terlebih bila dia menunjukkan reaksi yang berlebihan dan mengada-ada. Beruntung sejauh ini saya dan bunda Sophie bagai ada perjanjian dalam menghadapi kondisi force majeur seperti ini. Yaitu kesepakatan kecil untuk bersikap dingin dan lebih mementingkan komunikasi. Sikap dingin untuk tidak terpancing tingkah polahnya selalu berusaha mengajaknya komunikasi baby Sophie di segala kesempatan. Saya dan Bunda Sophie percaya bahwa Sophie bisa diajak komunikasi layaknya orang dewasa tentunya dengan bahasa dan penalarannya. Kami juga yakin baby Sophie bertindak atas dasar reaksi spontan dan duplikasi atas apa yang dirasa dan apa yang tiap hari dilihatnya. Untuk itu koreksi atas benar dan salah atas apa yang dilakukan itulah yang paling penting untuk ditanamkan. Dan yang lebih penting lagi bisa memposisikan diri atas gejolak emosi yang dia rasakan.
Saya Ingat sekali saat menjelang ulang tahunnya yang pertama dia sakit panas dengan suhu yang sangat tinggi. Upaya ke dokter telah dilakukan obat-obatan tradisionalpun juga telah di buatkan. Namun panasnya tak kunjung turun. Kami cukup panik karena saat kejadian kami berada di jogja di rumah Nenek untuk liburan akhir tahun sekaligus merayakan ulang tahunnya. Sehari menjelang ulang tahunnya secara drastis panasnya menghilang. Neneknya meyakinkan bahwa panas ini karena Sophie akan bertambah kebisaannya. Dan mungkin benar karena saat itu gigi Sophie yang lambat tumbuh, bertambah menjadi 2. Malamnyapun Sophie seperti mendapat angin. Meski Jam telah menunjukkan pukul 21.50 dia masih keasyikan berceloteh dan tertawa menggoda sepupunya yang lain tak hentinya.
“Phiphie boleh main sampai jam 10 yah, habis itu nanti bobo loh”. Ujar Bunda Sophie segera mengambil alih keadaan dengan mengajaknya bicara. Sophie meneruskan hahahihinya hingga jam 10 lewat, dan kembali Bunda Sophie mengajaknya tidur sesuai waktu yang dijanjikan. Namun sepertinya ajakan ini tak mempan. Sayapun turun tangan dengan memangkunya dan mengajaknya bicara dengan menatap matanya. Meski kosakata dan bahasanya belumlah mumpuni untuk merangkai kalimat namun saya yakin dia akan mengerti apa yang saya ucapkan.
“Phihie waktu main dah habis, bobo dulu yah! besok boleh main”, Perlahan saya katakan, “Kau khan baru sembuh sakit, buat istirahat dulu badannya biar besok bisa tiup lilin sama teman-teman, ok. Bobok yah!”
Sedetik kemudian Sophie memandang saya dengan tajamtajam dan tangannya meniruka gerakan saya sambil bilang “Bobo!”
Serta merta dia berguling turun dari pangkuan saya dan beringsut mendekati bundanya dengan kembali bilang “Bobo!”
Antara heran dan takjub dengan reaksi ini saya dan bunda Sophiepun menahan geli. Dari sinilah kami diyakinkan bahwa suatu yang salah bila kita menganggap bayi adalah makhluk yang lemah dan belum mampu merespon omongan dan prilaku kita. Karena pada nyatanya dia bisa mengerti selama kita bisa mengkomunikasikannya dan menunjukkan alasan logis tanpa selalu menekankan kata “JANGAN”.
Pun ketika semalam menjelang tidur, ritual Sophie sudah dijalankan seperti biasa. Mulai dari gosok gigi ganti baju tidur hingga berdoa dan minum susu. Namun ditengah jalan matanya menemukan gampar tempel di meja.
“Ayah mau tempel-tempel”. Dia merajuk.
“Minta ijin Bunda ya!” jawab Saya
“Bunda boleh ya tempel-tempel,” Rajuknya manja.
“Boleh,” Ujar bundanya dilanjutkan dengan memberinya syarat, “Tiga gambar saja yah habis itu bobok”
“Iyah,” Jawab Sophie cepat sembari meminta dibukakan plastik pembungkus gambar tempel winnie the pooh kesukaannya. Saya membiarkan dia berinisiatif menempelnya di dinding kamar diatas ranjang. Begitu tiga gambar usai ditempel tiba-tiba dia mempunyai inisiatif untuk memindahkan 3 gambar tersebut ke bagian dinding yang lain.
“Sophie khan janjinya tadi hanya tiga gambar, Yuk bobo sekarang!”
Tak sangka Sophie bereaksi beda. Dijatuhkannya badannya ke ranjang sembari memulai tangisnya. Hanya terisak tapi airmatanya mengucur deras. Dalam keterkejutan atas reaksinya kami coba tenang dan saya berinisiatif bereaksi dengan mendekatinya serta memandang matanya mengajak bicara.
“Bukannya tadi janjinya hanya sampai menempel 3 gambar. mainnya sudahan yah. Gak usah pakai menangis. Besok kita akan bangun pagi untuk ke rumah kakek. Di sana mainannya bisa dilanjutkan. Tapi malam ini harus istirahat dulu!”
Bunda Sophiepun berkomentar mendukung pernyataan saya. Terlihat tangis Sophie mereda menjadi isakan kecil dan bulir menetes dari pelupuknya. Tak tega. tapi peraturan adalah peraturan. Hingga Sophie membuka kalimat, “Bunda nenen ajah, aku mau bobo!”.
Saya dan bunda Sophie saling berpandangan. Memahami!
Sadar atau tidak fluktuasi perkembangan anak diusia batita sungguh dinamis dan mencengangkan. Respon akan apa yang ditanggap oleh pancainderanya serta merta tercopy sedemikian cepat dan diekspresikan. Untuk itu rule model mutlak dilakukan secara benar. Terlepas dari perkembangan reaksinya itu pembelajaran akan hidup harus terus dijalankan dengan konsisten, sembari kita ingat untuk selalu menyesuaikan keadaan karena bagaimanapun tiap anak adalah satu pribadi yang unik!.
2 comments
sophie ngomongnya udah berkalimat panjang begitu? Umurnya gak jauh beda lho sama Shaina yg 20 bulan. Tapi ngomongnya masih 1 kata aja.
Ebad Sophie!
Memang setuju. Peraturan dan aturan dilontarkan untuk dilakukan, bukan dilanggar sama yg bikin aturan itu sendiri 🙂 Dan juga, setuju bahwa setiap anak punya pribadi yang unik 🙂
Salam mbak cicha makasih dah mampir. Sekarang Sophie ma Shaina dah jadi temenan yah …. bagi2 yah tipsnya