By Be Samyono (17092008.13.13)
Lima tas! ayah terpekik. itupun masih ada car seat yang harus dibawa di gerbong. Padahal hanya ayah, Bunda dan Tante Nung yang akan pulang dengan kereta bersama. Ayah hanya membayangkan bagaimana membawa tas-tas ini. Akhirnya ayah pikir gampang, toh ada porter yang akan bantu nanti di stasiun. Jadi berangkatlah kami menggunakan kereta Tatsaka pagi untuk mengakhiri liburan selama seminggu ini di Jogja dan Magetan. Seperti juga keberangkatan kami, kepulangan kamipun aku lewati dengan gembira. Malah aku jarang tidur. Ayah saja yang agak kebingungan karena Car-seatnya susah untuk diletakkan dibagasi. tahu gitu ayah akan membeli 4 seat agar aku bisa duduk sendiri.
Tak ada masalah hingga perjalanan kami sampai disatu stasiun kecil di daerah subang tepat pukul 5 sore. Tiba-tiba kereta berhenti lama hingga muncul satu pengumuman bila ada kereta terguling di depan sehingga kami harus menunggu selama 2 jam. Aku lihat ayah jadi gelisah. Ayah membicarakan hal terburuk dalam perjalanan ini. Apalagi kalau bukan tiba-tiba kami harus dioper karena biasanya kereta terguling akan lama penangannanya. Kalau dioper ayah bingung bagaimana membawa semua tas ini belum lagi mengatasi kegaduhan selama proses oper. Bunda menenangkan ayah dan berharap ini tak terjadi. Sayangnya Tepat pukul 7 malam terbetik berita kalau proses evakuasi kereta masih lama sehingga penumpang akan dipindahkan ke 5 bus yang akan disediakan oleh PJKA. Nah!
Ayah melihat keluar gerbong. Stasiun ini jauh dari jalan raya, gelap dan berada ditengah sawah. Tak ada angkutan lain dan tak ada penginapan. Sementara didalam gerbong orang mulai gelisah dan memikirkan kepentingannya sendiri. Kasihan karena banyak diantara penumpang adalah orang-orang tua yang selesai berlibur. Aku adalah bayi sendiri di kereta itu, itu yang ayah kuatirkan. rencannya penumpang di 8 Gerbong akan dipindahkan ke 5 Bus. Yang benar saja. Mana muat? Tapi ini kondisi darurat, mau bagaimana lagi. PJKA mengatur evakuasi ke bus per gerbong. Gerbong lain sudah kacau balau. Hanya gerbong kami yang lumayan tenang karena banyak berisi orang tua. Ayah meminta seorang awak kereta untuk membantunya mengangkut barang dan mencarikan bus. Ayahpun sesegera mungkin membuang makanan yang dibawa agar tak memberatkan, selain menghubungi rumah simprug agar membantu kami setiba di stasiun.
Ayah agak shock melihat semua bus telah penuh. Terpaksa kami duduk terpisah meski dalam bus yang sama. Aku, bunda dan tante Nung berada di dekat pintu belakang dengan semua bawaan kami sedang ayah mendapat tempat didepan tengah diantara tumpukan barang-barang orang. Hp bunda low batt ayah sulit memantau. Ayah cuman bisa berharap aku tidak rewel apalagi menangis. Aku mengerti. Ini kondisi yang sulit. Aku memilih untuk diam dan tidur. Aku tak ingin membuat kondisi lebih buruk lagi.
Pukul 20.45 bus meninggalkan Stasiun Subang menuju Jakarta. Perlu waktu 2,5 jam mencapai Gambir. Selama perjalanan ayah sama sekali tak bisa tenang. Ayah mencoba komunikasi dengan orang-orang rumah. Bus akhirnya berhenti di Gambir bersama rombongan bus lain yang mengalami nasib serupa. Oom Iwan, Oom Mumu dan Oom Mamat rupaya sudah siap sesuai instruksi ayah hingga kami bisa kumpul dengan cepat. Kami benar-benar lega. Aku sendiri lumayan lelah namun tetap ceria dan sehat. Malah rupanya ayah yang tidak tahan. Habis liburan ini ayah sakit batuk sedemikian parah. Padahal kuliah dan mengajarnya di semester pendek mulai secara bersamaan. Kasihan ayah. Perjalanan yang tak terlupakan khan Ayah!
1 comment
perjalanan yg melelahkan.. alhamdulillah bisa nyampe jg, dan pak sam cepat sembuh ya 🙂
kayaknya si baby cantik penuh pengertian, ga rewel manis bgt. muah! buat anak pinter 😀