Saat Aku Ingin Sekolah

By Be Samyono (09122009-11.19)

“Bunda aku mau sekolah” Demikian rengekku. Dan kalang kabutlah Bundaku dibuatnya.  ini bukan permintaanku yang pertama juga bukan ke tiga.  Ini kesekian kalinya.  Dan keinginan ini makin besar tiap kali aku melihat kakak-kakak berbaju seragam atau ayah pamit untuk mengajar. Dan aku begitu riang begitu Bunda berjanji akan mencarikan tempat sekolah untukku.  Aku pikir keinginanku bersekolah tak berlebihan karena aku punya banyak buku, tas sekolah dan aku suka menyanyi.  Meski tante bilang sekolah itu melelahkan tapi aku melihat kegembiraan disana.

Kakek dan nenek ikut meributkan hal ini.  Berbeda dari yang diharapkan mereka justru kawatir kalau aku ke sekolah.  Terlalu kecil itu alasannya disamping ketakutan bahwa aku akan menghadapi kebosanan.  Beda persepsi mungkin menjadi penyebabnya.  Di benak kakek-nenek sekolah adalah duduk dibelakang meja dengan setumpuk PR. sekolah ada kegiatan yang akan membuat anak makin tertekan dan menjadi jera bila masuk sekolah.  Mungkin mereka belum paham bahwa system pendidikan terus berkembangdan disesuaikan dengan kebutuhan anak.  Inilah yang harus Ayah Bunda komunikasikan hingga keinginanku untuk sekolah bisa direspon dengan tepat.

Kulihat beberapa hari kemudian bunda pulang kerja dengan menunjukkan beberapa brosur preschool pada ayah.  Bunda berniat akan mengajakku untuk trial di Tumblee Toot & Gymboree.  Akupun makin tak sabar untuk menunggu libur bunda di weekend untuk bisa mengantarku sekolah.  Untuk mengisi hari Bunda mengijinkan aku untuk ikut Bang Dika sepupuku untuk ikut sekolah di PAUD-pendidikan anak usia dini dekat rumah.  Bang Dika sekolah seminggu 3 kali (senin-rabu dan jumat).  Akupun tidak dari awal mengikuti.  Hanya ikut sesaat menjemput Abang Dika dan mengikuti permainannya disana sebentar.  Sengaja demikian karena PAUD ini mengajarkan pendidikan yang belum sesuai dengan umurku.  Seperti membaca dan menulis.  Sementara kebutuhanku lebih mengarah ke permainan untuk mengembangkan sensorik dan motorikku.

Setelah mencoba dan membandingkan pendidikan di Gymboree Pondok Indah dan Tumble Toot Permata hijau, akhirnya bunda memutuskan untuk memasukkanku nantinya di Gymboree dengan berbagai alasan yang lebih mengarah pada kebutuhanku dan keunggulan metode belajar yang ada.  Bunda sepertinya masih penasaran dengan pertanyaan “Tepatkah menyekolahkan ku di usia dini?”.  Ternyata dari Psikolog rekan bunda diperoleh jawaban bahwa preschool sebenarnya di desain untuk memenuhi kebutuhan anak.  Bila memang kebutuhan anak akan pengembangan motorik, sensorik dan kebutuhan sosialnya tidak bisa dipenuhi di rumah, sekolah mejadi satu alternatif yang tepat.  Namun demikian bila kebutuhan itu telah di penuhi di rumah sepertinya pendidikan dirumah akan jauh lebih baik daripada sekedar bersekolah yang hanya berdurasi 45 menit perpertemuan dan 3 kali seminggu saja.  Karena bagaimanapun bukan biaya yang murah untuk memasukkan anak ke preschool.  Bahkan saat ayah menghitung-hitung biayanya lebih besar 3 kali lipat dari biaya kuliah persemester mahasiswa ayah! waaaaahhhhh!.

Menelaah tentang diriku sebenarnya tak ada masalah dengan perkembangan motorik dan sensorikku.  Permainan yang ada di rumah cukup mendukung dan beragam. Buku dan nyanyian menjadi hal yang tak asing bagiku.  Bukan itu saja temen-temenku juga banyak hingga tak mengganggu sosialisasiku.  Kondisi ini akhirnya memberi kesimpulan buat Bunda untuk menunda mmasukkanku ke sekolah hingga usia 2 tahun nanti.  Karena apa yang didapat di rumah melebihi apa yang akan diberikan di sekolah nantinya.  Sebagai konpensasinya Aku masih bisa menikuti PAUD bang Dika di sesi main-main dan Ayah Bundapun lebih meluangkan waktu untuk mengajakku bermain-main lebih variatif.  semua ini tentunya tak akan memadamkan keinginanku untuk sekolah.  Namun aku mengerti Ayah dan Bunda Tahu yang terbaik buatku.

Please follow and like us:
Facebooktwitterredditpinterestlinkedinmail

You may also like

2 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *