Ranjau Kantong Plastik

By Sam (21102007.19.19)

Meski hari raya telah lewat tapi ternyata urusan belanja tetap harus dilakukan.   Terlebih belanja bulanan yang selalu datang di akhir bulan atau tepatnya menjelang gajian. Seperti bulan-bulan belakangan ini, satu troli akan penuh dengan berbagai keperluan untuk tiga puluh hari mulai dari urusan kaki sampai kepala melebar dari urusan penampilan hingga kesehatan.   Berbeda dengan saat aku masih bujang rupanya setelah berkeluarga urusan belanja bulanan lebih bisa terkontrol dan benar-benar antri dari keperluan pokok terlebih dulu.   Mungkin itu positifnya. Namun tetap saja belanja banyak ataupun sedikit aku selalu dihadapkan dilema begitu sampai di depan kasir.   Bukan perkara bayar tapi perkara pembungkus! Dilema untuk membiarkan barang-barang saya dikemas oleh kasir dalam berbelas kantung plastik atau bersikap ekstrem untuk membungkus dan menganggkut sendiri barang saya dengan wadah yang telah saya siapkan dari rumah.

Belakangan saya sadari keberadaan kantong-kantong plastik itu sangat mengganggu tidak saja mata saya tapi juga kepedulian saya.   Terlepas bahwa kantung plastik telah memberikan solusi dalam memberikan alternatif material yang awet, ringan dan murah sebagai pembungkus namun ada sisi lain yang membuat kita harus bijak memakai material ini.   Apalagi kalau bukan masalah sulitnya material ini terurai di tanah hingga menimbulkan polusi.   Terlebih lagi kota ini belum memiliki sistem pengelolaan limbah yang terpadu hingga bisa mendaur ulang sampah non organik serta belum tertanamnya kesadaran masyarakat akan kepedulian mengenai polusi plastik ini.

Adakala saya iseng untuk mengosongkan wadah tempat dimana keluarga saya menyimpan kantong-kantong plastik bekas untuk jaga-jaga jika perlu pembungkus atau sebagai wadah mengumpulkan sampah sebelum di buang.   Tak ada hitungan jam tempat itu telah menumpuk beberapa kantong plastik lagi.   Entah yang didapat dari pembelian bahan pokok di swalayan ataupun dari pembelian hal-hal yang sepele.   Berbagai ukuran dan warna.   Dari yang polos hingga yang digunakan sebagai promosi. Genap hitungan bulan kantong plastik itu telah menggunung. Ini baru keadaan di satu rumah tangga.   Tinggal dikalikan saja untuk ribuan rumah tangga yang ada di kota ini. Betapa berlimpahnya sampah kantong plastik yang kita dapat.   Belum terhitung sampah plastik lain tentunya.

Satu hal menarik ternyata tukang sampah dikomplek saya yang tiap hari mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah dengan menggunakan gerobak paling enggang mengambil sampah bila sampah itu di letakkan di tempat sampah!   Maunya semua sampah telah diwadah dalam kantong plastik hingga tanpa perlu repot mereka tinggal mengambilnya dan melempar ke gerobak.  Praktis memang tapi pernahkah kita berfikir jauh alan efek dominonya?

Sampai detik ini saya hanya bisa dengan berat menenteramkan hati untuk menerima pemahaman bahwa memang baru sampai disinilah pemahaman dan tindakan kota ini dalam menangani maslah sampah terutama sampah non organik.   Mungkin satu titik nanti saya hanya bisa berkata “coba kalau ..” saat banjir tiba atau tanah ini mulai penuh dengan ranjau plastik!

Please follow and like us:
Facebooktwitterredditpinterestlinkedinmail

You may also like

1 comment

  1. sampah? dududududududu…..
    kmren aku liat brita d Jak-utara, kasihan mereka kebnajiran air pasang air laut….
    apalagi yg jak-bar…banjirnya ya ampun… kaya peceren gtuw airnya…keruh + hitam mas..

    tapi aku pernah liat sampah plastik dibuat payung lho…jadi ada merknya “laurier” gtuw..

    tinggal bgmn pinter2nya mengelola sampah kan?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *