Matah Ati: Langendriyan Yang Dibesut Ala Broadway

By Be Samyono [14052011-00.30-01.30]

Siapa bilang kesenian tradisional Indonesia tidak mempunyai opera? Langendriyan adalah buktinya.  Seni berpakem jawa ini memadukan tari dengan nyayian / tembang dalam satu pertunjukan.  Dan ditangan Atilah Suryajaya warga turunan kraton Mangkunegaran Solo ini membesut episode opera jawa kuno langendriyan menjadi tontonan apik yang dibawa pada konteks kekinian.  Konsep yang harus ditampilkan untuk menyelipkan budaya lama ini pada era apresiasi budaya yang mulai pudar.

Memadukan sendratari, ketoprak, tari klasik dan pagelaran wayang kulit yang digarap selama 2 tahun terciptalah Matah Ati.  Seni kolosal yang pertama digelar di Explanade Singapura Nopember lalu bertepatan dengan pesta budaya Asia Tenggara.  Pertunjukan berdurasi 2,5 jam ini tak saja memperoleh sambutan yang gempita namun juga apresiasi yang bertubi akan kreatifitas menjadikan seni pertunjukan tradisional sejajar dengan pentas broadway si orang bule.  Tak salah bila Atila berupaya memboyong pertunjukan ini untuk di tonton di negrinya sendiri.  6 bulan berselang  barulah anak negri bisa melihat pertunjukan tradisional mereka di TIM yang terjadwal bulan ini selama 4 hari berturut-turut. Dengan tiket yang dibandrol Rp 200 ribu hingga 750 ribu.

Pagelaran yang mengambil epik kisah nyata drama heroik Rubiah dari desa Matah dan bangsawan raden mas Said / Pangeran Samber Nyowo yang kelak akan menurunkan raja-raja Kraton Mangkunegaran Solo dikemas sangat cerdik tidak saja memadukan semua ragam tari, tata busa dan budaya asli solo namun juga penggunaan teknologi dan tata panggung yang cukup high tech.  Lihat saja panggung garapan Jay Subiyakto yang di beri kemiringan 15 derajat demi memanjakan mata penonton yang memberikan efek 3 dimensi.  Tak sekedar miring namun panggungpun bisa terbuka bagian tengahnya berikut efek tali sling dan bahan peledak di beberapa bagian.  Intinya kembali agar paket tradisional ini bisa dirasakan menjadi hal baru yang tidak ketinggalan jaman namun mampu untuk selaras dengan keinginan jaman itu sendiri tanpa meninggalkan hal yang bersifat pakem.

Tak berhenti disitu.  Update kekinianpun ditampilkan di tengah acara oleh sentilan segar ala “srimulat” yang dikemas apik.  Mengkritik tanpa memanaskan telinga.  Ambil contoh beberapa kasus suap yang marak belakangan ini.  Hingga guyonan fulgar ala Melinda Dee yang membandingkan 20 M hasil jarahannya dengan aset pribadinya yang supersize 20 Kg itu.  Tak pelak guyonan berbahasa indonesia ini memancing tawa lebih dari 800orang yang hadir di pertunjukan perdana malam 13 Mei di TIM Jakarta.

Tanpa mengurangi gegap gempita pujian akan besutan ini saya sebagai pecinta seni memberi catatan pinggir Bahwa sangat disayangkan bahwa pertunjukan ini tidak bisa maksimal di gelar di negri sendiri.  Gedung TIM yang baru rasanya masih kurang sempurna tata suaranya sehingga rentak gamelan dan suara pelatun terkesan tidak maksimal.  Pun suporting gedung seperti hall untuk menunggu ataupun tempat parkir masih jauh dari yang diharapkan.  Hingga antrian panjang dan kurangnya parkir menjadi hambatan tersendiri.  Dan hal ini ditambah dengan atitude penonton kita yang belum bisa mengapresiasi sebuah pertunjukan secara utuh.  Misalnya dengan datang terlambat, sibuk memotret saat pertunjukan ataupun tak disiplin dalam hal antrian.

Bisa dibayangkan selama apresiasi kita masih minim dan dukungan gedung pertunjukan yang tidak layak secara standar internasional jangan harap seni pertunjukan akan hidup di negeri sendiri.  Hingga efek konyol terjadi dimana pertunjukan lebih mengorbankan bidang olahraga dengan diambilnya tempat stadion atau lapangan tennis sebagai arena pertunjukan.  Dan matah ati-atah ati yang lain yang telah berjuang memodernkan diri tak akan bisa dihargai di negerinya sendiri.  Alangkah memalukannya bila malah negera lain justru lebih mengapresiasikannya.  Dan jangan kecewa bila satu saat nanti justru mereka yang merasa berhak memiliki.

Please follow and like us:
Facebooktwitterredditpinterestlinkedinmail

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *