Aku, si Buruk Rupa & WWF

By Sam (05102007.15.50)

Sudah mulai 2006 lalu secara tak resmi aku menjadi kontributor tulisan di media WWF.   Bersama 3 teman lain secara berkala pihak WWF menghubungi kami dengan satu tema tulisan untuk kami tulis dan publikasikan di media WWF entah itu Salam (sahabat Alam) online maupun yang newsletter.   Setelah tulisan tentang Sampah pada News letter WWF [DI SINI], kali ini pada Buletin Salam Online aku menulis tentang ikan Napoleon.   Tulisan lengkap ada [Di SINI]. Dan berikut petikannya:

Ikan Napoleon: Si Buruk Rupa yang Tak Ternilai

Kontributor: Be Samyono

Jangan menilai buku dari kulitnya, mungkin pepatah ini tepat dialamatkan pada ikan terumbu ini. Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) yang kerap dipanggil ikan menami oleh penduduk daerah Wakatobi ini memiliki gerakan lamban menakutkan, warna biru gelap, kening besar serta ukuran yang bisa mencapai panjang 2,29 cm dan bobot 191 kg. Di balik fisiknya, ternyata ikan ini sangat populer sebagai sajian istimewa. Di Hongkong, hidangan ikan Napoleon dibandrol hingga 80 dollar US perkilonya. Sehingga ia tidak saja diagungkan karena kelezatan dan kemahalannya namun memakan Napoleon juga sebagai lambang status sosial.

Sulit Berkembang Biak Diluar Habitat Alami

Wilayah terumbu karang perairan Indo Pasifik di kedalaman 2 – 100 m adalah habitat ikan Napoleon. Kepadatan populasinya tidak pernah tinggi dan tersebar dalam jumlah sedikit setiap kelompoknya. Kelompok ikan dewasa biasanya terdiri dari 1 – 10 ekor per 5000 m2 terumbu karang. Ikan dewasa hidup di sekitar dinding terumbu karang yang curam, laguna-laguna karang dan di perairan selat yang dalam. Hingga saat ini pengembangbiakan ikan Napoleon di luar habitat alaminya sangat sulit dilakukan. Laporan dari Loka Budidaya Air Payau Situbondo mengungkapkan bahwa tingkat kelulushidupan ikan Napoleon yang dibudidayakan di kolam percobaan hanya mencapai 2-3%. Artinya, hanya 2-3 ekor ikan dari 100 ikan Napoleon yang menetas, mampu bertahan hidup. Kemungkinan besar ikan Napoleon membutuhkan lingkungan yang spesifik untuk berkembang biak. Kalau hanya untuk hidup, akuarium miniatur habitat seperti yang ada di Sea World Indonesia mungkin cukup, tetapi belum bisa untuk pengembangbiakan.

Primadona Perburuan yang Hemaphrodite

Ikan ini dikenal juga sebagai Humphead Wrasse, yang merupakan anggota terbesar familia wrasse (Labridae) dan mampu bertahan hidup hingga 30 tahun dengan memasuki usia dewasa seksual antara 5–7 tahun. Sayangnya pertumbuhan polulasi Napoleon sangat lamban karenanya ikan ini sangat rentan terhadap kepunahan bila terjadi penangkapan yang berlebihan. Keunikan Napoleon adalah siklus hidupnya sebagai binatang hermaphrodite protogynus. Jenis jantannya ada dua tipe, yaitu terlahir sebagai jantan dan tetap jantan sampai akhir hayat; serta terlahir betina lalu dalam masa kehidupan berikutnya berubah fungsi sebagai jantan. Perubahan menjadi jantan biasanya terjadi setelah berumur 5 – 10 tahun atau berbobot badan kurang dari 10 – 15 kg.

Obyek Buruan Orang Tak Bertanggungjawab

Mengacu pada nilai ekonomis, banyak masyarakat lokal terpacu untuk memburu Ikan Napoleon. Permintaan pasar yang makin meningkat akibat pemasaran yang luas dan daya beli yang makin tinggi membuat akses terpencil ikan Napoleon lebih mudah dijangkau dan diekspoitasi sebesar-besarnya dengan menggunakan kapal-kapal yang lebih modern. Keresahan makin meningkat mengingat banyaknya praktek perburuan ikan Napoleon yang tidak lagi mengindahkan dampaknya terhadap lingkungan seperti penggunaan peledak serta potasium sianida untuk membiusnya. Para pemburu juga tak segan menghancurkan karang untuk menjangkau tempat dimana ikan Napoleon bersembunyi. Bila habitatnya terus dibiarkan rusak, sementara populasinya lambat, maka maka kecil kemungkinan kelangsungan hidup dan perkembangbiakannya diselamatkan.

Bergandengan Tangan Memulai Penyelamatan

Pemerintah telah mengeluarkan SK Menteri Pertanian yang mengatur bahwa penangkapan hanya diizinkan oleh Menteri Pertanian untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pembudidayaannya. Nelayan tradisional juga diberi ijin untuk menangkap sejauh menggunakan alat dan tata cara yang tidak merusak sumber daya alam. Sedangkan dalam SK Menteri Perdagangan dicantumkan larangan mengekspor ikan Napoleon dalam keadaan hidup atau mati, bagian-bagiannya, maupun barang-barang yang terbuat dari ikan tersebut. Tidak cukup itu, dalam Convention on International Trade of Endangered Species of Fauna and Flora (CITES) – sebuah perjanjian atau konvensi international yang mengatur perdagangan satwa langka dan dilindungi, ikan Napoleon, dimasukkan dalam Appendix II satwa dilindungi, sehingga perdagangannya diatur berdasarkan kuota. Indonesia ikut meratifikasi CITES sehingga perlu mengikuti aturan perdanganan internasional yang berlaku. Di Indonesia, perdagangan ikan Napoleon diatur berdasarkan SK Dirjen Perikanan.

Namun sepertinya peraturan yang ada ini jauh dari harapan untuk diimplementasikan apalagi dipatuhi. Masih banyak pihak yang mencoba mencari celah dan berpikiran pintas tanpa memikirkan kelangsungan hidup dan kelestarian ikan Napoleon. WWF mengajak berbagai pihak bergandengan tangan untuk mengambil langkah yang bertumpu pada meningkatkan pengelolaan dan pengawasan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan. Melalui Kampanye Laut Sehat Seafood Sehat, WWF mengeluarkan brosur panduan memilih seafood ramah lingkungan, dimana Napoleon masuk kategori hindari karena pengembiakannya lambat dan cara penangkapannya merusak habitat. Melestarikan Napelon perlu dilakukan setidaknya bila kita tidak ingin melihat si buruk rupa yang telah menjadi primadona ini tinggal nama. (disarikan dari berbagai sumber)

* Penulis adalah Konsultan Bisnis, Dosen dan Fotografer.

Email: be-samyono@indo.net.id

Web: www.be-samyono.com

Please follow and like us:
Facebooktwitterredditpinterestlinkedinmail

You may also like

3 comments

  1. Mungkin komen aku gak nyambung ya, cuma aku lagi sebel bahkan sampai pada batas cape sendiri melihat kualitas para blogger yang ributin hal2 gak jelas, makanya aku butuh orang2 yang kaya Mas Sam dimana setiap artikelnya bisa bikin kita bertambah ilmunya bukan hanya ngomongin sampah-sampah yang gak jelas seperti 2 kasus sekarang ini ( Ade dan Sarah )

    makasih ya mas, aku jadi belajar banyak bagaimana cara menulis yang baik

  2. Mungkin ini kunjungan pertama saya ke blog Anda, sebelumnya saya selalu buka blog Panjenengan ini tetapi selalu gagal. Itung-itung sebagai kunjungan balasan. Entah kenapa ketaika itu susah di buka, error melelu. Nah, baru bisa! Enak juga ya Mas jadi kontributor WWF. Bisa bagi pengalaman nih!

    Salam kenal saja! Semoga tuilisan saya ini tidak menjadi sampah di blog Panjenengan.

  3. ikan napoleon perlu banget dilindungi,karna di dunia ini cmn indonesia saja yg mempunyai habitat langka ikan jenis napoleon ini..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *