Johor Bahru Si Kota Niaga Melayu

Seselip tulisan yang terlupa saat kami escape dari kelompok besar Juli 2010 lalu ketika kami mengantar keluarga besar Jogja untuk jalan-jalan ke Singapore.  Universal Studio adalah tujuan utama, namun karena Sophie belum bisa menikamti permainan disana sementara saya dan Bunda sudah beberapa kali kesana  alhasil kami memilih untuk mengantar Sophie menikmati main air di Vivo City.  Pun saat liburan keluarga Jogja usai, kami meneruskan perjalanan ke Johor Bahru.  Sebenernya bukan sekali kami ke Johor Bahru. Namun tidak lebih jauh dari JB City Squre.  Cerita Bunda mengenai sisi lain dari Johor Bahru cukup memikat.  Terlebih Johor Bahru bisa dicapai dalam hitungan menit dari Singapore dengan biaya hemat dengan menggunakan bus.

Gerbang imigrasi Johor Bahru bukan lagi gedung tua kusam dan tak terawat seperti saat saya berkunjung kesana 2003 silam.  Kemegahan sebagai wajah depan sebuah negara ditunjukkan untuk menandingi gerbang akhir imigrasi Singapore di Woodland.  Saya sempat takjub dengan perubahan yang sangat revolusioner ini.  Berlima kami menyusur lorong-lorong mall yang terhubung dengan pintu imigrasi untuk mencari jalan keluar guna mencari taksi untuk mengantar kami ke hotel Thistle.  Seperti biasa Sophie menikmati perjalanan ini mulai dari MRT hingga pindah ke Bus.  Stroler sebagai senjata utama menjadi andalannya bila dia kecapekan berjalan.  Perjalanan 2 hari 1 malampun akan segera dimulai.[……..]

Continue Reading

You may also like

Rahasia 7 Tahun MHI Tennis

Tujuh tahun, usia yang teramat muda untuk seorang anak.  Namun tidak demikian untuk sebuah komunitas. Tujuh tahun berada dalam masa fluktuatif, pembelajaran dan juga pencapaian merupakan perjalanan panjang yang mestinya patut di syukuri.  Meletakkan rasa terima kasih pada banyak hal dan pihak hingga membuat komunitas ini masih bertahan dan menunjukkan eksistensinya.  Banyak yang terheran bahwa komunitas ini masih mampu menebarkan eksistensinya hingga hitungan ke tujuh tahun ini.  Bila ini di tanyakan ke saya. Saya hanya bisa tersenyum dan memikirkan.  Membawanya kerumah dan menuliskannya beberapa rahasia yang nantinya bukan rahasia lagi untuk dibahas.

KOMUNITAS = PERUSAHAAN

Komunitas bukanlah perusahaan.  Itu pasti.  Tak adanya hak dan kewajiban antar atasan dan bawahan membuat korelasi antar member di dalamnya menjadi sangat cair.  Kondisi ini tentunya memudahkan orang datang dan pergi serta rentan adanya satu loyalitas.  Pengalaman mengajarkan meski komunitas bukanlah perusahaan namun ternyata pembelajaran dalam mengelola usaha sama esensinya dengan mengelola komunitas [……..]

Continue Reading

You may also like

Tanjung Pinang Bukanlah Pangkal Pinang

Sesaat sebelum boarding dengan pesawat Sriwijaya Air awal September lalu di terminal 1 Bandara Sutta saya sempat kecewa.  Saya memikirkan Pangkal Pinang saat saya menerima kesempatan mengajar kali ini.  Saya bayangkan setidaknya saya akan bertemu dengan pantai berpasir putih dan gugusan bebatuan koral yang menjulang.  Persis gambaran film laskar pelangi yang fenomenal itu.  Bahkan bila mungkin saya akan ekstent untuk sekedar mengeksplore kota ini hingga Bangka dan Belitung.  Saya Salah besar.  Di Tiket yang diberikan organizer tercantum Tanjung Pinang bukan PANGKAL PINANG!.

Tak hanya kepanikan karena saya akan menuju tempat asing tapi juga kekecewaan karena peralatan pantai yang telah saya bawa sepertinya akan sia-sia.  Keterkejutan saya bertambah karena ternyata Tanjung Pinang adalah kota kecil di Pulau Bintan yang terletak di sebelah Batam. Kalau begini ceritanya mungkin hal lain yang saya bawa.  Passport misalnya, setidaknya saya bisa melarikan diri ke Singapura.  Panggilan Boarding kini malah terdengar bagaikan satu ejekan atas keteledoran saya [………]

Continue Reading

You may also like

Ibu

Belum Ada Kata Jaya di Jayapura

Lima tahun lalu saat saya berkesempatan untuk mengunjungi propinsi paling barat Indonesia, Nangro Aceh Darusallam.  Perasaan saya begitu girang dan tak sabar hari itu datang.  Cerita tentang ketakjuban serambi mekkah ini layaknya dongeng di telinga saya.  Terlebih saat itu baru genap 1 tahun propinsi di ujung barat ini bangkit dari peristiwa tsunami yang berkategori bencana dunia. Suatu kesempatan luar biasa bisa mengunjungi propinsi paling ujung timur ini.  April tahun lalu kesempatan tak diduga datang untuk mengunjungi propinsi paling timur Negeri ini, Papua.  Meski sama-sama untuk urusan kerja namun ternyata perasaan saya tak sama saat menerima tawaran ini.  Meskipun Bunda Sophie yang telah 2 kali kesana dan selalu memaparkan keindahan propinsi ini namun perjalanan udara selama 8 jam membuat nyali saya mengecil.

Saya bisa jadi termasuk orang yang suka jalan, penikmat keindahan terutama laut dan landscape kota.  Saya bisa merelakan apapun untuk sekedar bisa jalan.  Satu bakat yang terlihat menurun pada anak kami.  Namun bila dihadapkan dengan perjalanan udara, tunggu dulu.  Perjalanan ke Jogja atau Singapura selama 1,5 jam sudah terasa begitu lama dan mengerikan.  Apalagi 8 jam, di waktu malam!.  Saya seperti kehilangan selera untuk kepergian ini. Tak kurang akal Bunda Sophie memberikan pil kina untuk jaga-jaga terhadap malaria serta antimo.  Ide yang bagus, pikir saya.  Saya tidak pernah mabuk perjalanan namun antimo ini saya rasa akan bisa menyenyakkan saya selama perjalanan. […….]

Continue Reading

You may also like