Sejak kamera Canon DSLR-ku menjadi tentengan wajib di setiap kegiatan dan perjalanku. Sejak itu pula istriku bilang bahwa kamera dan peralatannya yang tersatukan dalam satu ranselku itu sejatinya adalah istri pertamaku. Konsekwensinya selain aku harus menjadi suami yang adil bagi mereka berdua, akupun harus rela untuk tidak lagi narcist!. Tidak seperti kamera pocket tentenganku dulu yang dengan mudah aku meminta bantuan orang untuk difotokan selagi penyakit akutku ini kambuh, kali ini beda. Dengan kamera ini tak menjamin siapapun bisa memotret diriku dengan hasil yang kuinginkan. Terlebih dengan penampakanku yang jauh dari photo”genit” ini. Alhasil kepasrahan dan kerelaan untuk tidak narcist sudah pasti jadi pilihan utuk aku pertebal kemudian.
Prinsip inipun terpegang saat digelarnya Pesta Blogger 2008 lalu di gedung BPPT-Thamrin Jakarta. Berbekal pengalaman PB2007 lalu, aku bisa pastikan bahwa ajang temu blogger ini tak lebih dari acara temu arisan atau reunian antar sesama blogger. Meski ada harapan lebih tapi aku tak berani menanggung kecewa. Terlebih akupun membawa misi sendiri yang tak jauh beda dari hanya sekedar kumpul mengingat hampir setahun ini kegiatan bloggingku tak lebih dari satu kerutinan yang dipaksakan ada sebagai kompensasi kegiatanku kuliah. Jadi benar-benar tak adil bila mengharap ajang ini jadi forum yang lebih, sementara tujuanku datang demikian bertolak belakang. Ajang kali ini perlahan menguburkan tujuanku untuk kumpul dengan teman-teman blogger sekomunitas. Waktu ternyata membuat beberapa rekan blogger tak lagi satu bendera. Terlebih lagi alasan kesibukan membuatnya menjadi satu kendala kedatangan. Apa boleh buat. Memang mau tak mau prinsip narcist itu harus aku tanam lebih dalam.[…….]

