Mirip Siapa

Seringkali anggota keluarga, rekan kerabat dan orang-orang sekitar menebak-nebak mirip siapa aku ini. Sebagian bilang mirip Ayah tapi sebagian Menyangkal dan bilang aku mirip Bunda. Tapi ada juga yang bilang tak mirip kedua-duanya. Loh! Karena mereka bilang aku lebih mirip mereka. Ah! Nyama-nyamain yah. Seperti Tante Nur yang bilang aku cantik mirip dia atau papa Koko yang bilang aku pinter seperti dia. Duh!

Iseng-iseng Ayah minta Bunda perhatikan aku sehubungan dengan isue kemiripan ini yang selalu muncul tiap hari. Tidak saja tampilan fisik tapi juga kebiasaan-kebiasaanku. Mulailah Ayah Bunda menghitung kemiripan itu satu persatu sambil tertawa penuh gelak.

Kebiasaanku yang mirip Bunda adalah saat aku tidur. Petir dan guntur takkan mungkin bisa membangunkanku saat tidur. tidurpun bukan hal yang susah bagiku, tak ada kata rewel dan melelahkan dalam menidurkanku. meski saat bayi ini waktuku tak banyak untuk tidur seperti baby pada umumnya tapi kalau kena AC. Ditanggung aku pulas. Demikian juga soal pengertianku. Kata ayah aku bukan bayi yang rewel dan pengeluh. Juga sangat tahan banting disaat sakit sekalipun. Dan ini adalah warisan Bunda termasuk keramahanku pada semua yang menggendongku. Sementara Ayah mewariskan sikap pemilir dan ketegasan. sering aku kedapatan mengeryitkan dahi sambil menerawang jauh. Pun aku seringkali tegas dengan mauku. Ah ayah banget keras kepalanya. Dan begitu Ayah Bunda amati ternyata ada beberapa kebiasaanku yang sama persis seperti apa yang selalu dilakukan Ayah Bunda. Kembali soal tidur mimik wajahku persis Bunda tapi posisi kaki dan kebiasaan suka ditaruhin guling di punggungku bener-bener itu kebiasaan Ayah pun kebiasaanku kentut berbunyi nyaring. Ayah dan Bunda sampai takjub dengan kesamaan ini.[…….]

Continue Reading

You may also like

Alergi Obat Nyamuk

Ayah dan Bunda amat bersyukur aku anak yang cepat sekali beradaptasi. Kemarin saat pertama kali nenen ASI aku tanpa kesulitan langsung bisa ngenyot begitu Dipertemukan kembali dengan Bunda 30 menit setelah lahir. Meski belum keluar ASI tapi aku tetap semangat buat ngenyot. dan ini sangat membantu bunda hingga tak sampai setengah hari ASI Bunda bisa berproduksi. Pun ketika pertama dilatih untuk minum pakai botol dengan isi ASI untuk antisipasi bila nanti akan bekerja. Hasilnya sama. Aku langsung bisa mengenyot dot botol tanpa kesulitan. Dan tak ada kesulitan minum dengan pindah-pindah antara Bunda dan botol susu.

Dan karena ASI inilah aku cukup kuat untuk tidak sakit hingga 2,5 bulan ini meski disekitarku serangan flu mulai menular antara satu dengan lainnya dalam keluarga. namun cerita sedih terjadi saat Bunda berinisiatif memakai obat nyamuk elektrik untuk menjagaku. Mulanya kalau tidur aku cukup diberi kerudung kasa. namun kini kerudung itu terlalu kecil buatku. Tidurku yang berputar membuatku tak nyaman dalam kerudung hingga obat nyamuklah harapan Bunda untuk menjagaku. Hari pertama kedua tak masalah hingga bunda curiga melihat aku yang suka batuk-batuk sendiri. Melalui kawan ditanyakan mengenai batukku ini katanya itu hal biasa karena bayi masih ada slam di badannya. Tapi Ayah kawatir hingga menyuruh Bunda memeriksakan aku ke dokter anak di RS Gandaria. kebetulan dekat rummah dan Bunda kenal dengan dokternya yang ahli penyakit tropika anak.[………]

Continue Reading

You may also like

Semester Pendek, Memendekkan Nafas

Dalam perjalanan kereta saat saya berlibur bersama keluarga untuk memperkenalkan Baby Sophie kepada sanak kerabat kami tersela dengan berita mengenai semester pendek. Nafas saya seakan menjadi pendek membayangkan bahwa saya harus mengajar di Universitas Al Azhar selama 3 minggu berturut dan dalam waktu yang bersamaan sayapun harus masuk kuliah di UNJ dalam semester pendek pula. Bedanya Semester Pendek di UAI saya harus mengajar 20 anak yang mengulang mata kuliah Dasar-dasar manajemen sementara di UNJ saya harus menguasai matakuliah Inter Cultural Management & Leadership. Mengenai kesamaannya adalah bahwa saya harus bertemu dengan orang yang sama dalam waktu tiga-empat minggu terus menerus. Akhirnya saya mempertanyakan keefektifan adanya Semester Pendek. Bukan karena kebosanan saya bertemu dengan orang yang sama tapi peran saya sebagai dosen sekaligus mahasiswa pada akhirnya bisa berkaca untuk menjawab pertanyaan saya sendiri.

Sebagai dosen yang kejar tayang ada hal yang hilang disaat saya harus mengajar Semester Pendek. Sulit bagi saya menjaga animo dan motivasi mahasiswa untuk tetap konsisten mengikuti kuliah disamping faktor kebosanan bahwa sebenarnya mereka telah beberapa kali mengambil matakuliah ini walau tidak lulus.Selain itupun saya sulit untuk mendidik karena saya lebih ditekankan untuk mengajar. Mengajar agar target mereka untuk lulus dimata kuliah ini bisa terpenuhi. Ini satu kehilangan bagi saya karena saya lebih suka memposisikan diri saya sebagai pendidik bukan pengajar. Terlebih pengajar yang kejar tayang.[…….]

Continue Reading

You may also like

Back To School

Satu kesempatan saya peroleh untuk melanjutkan studi saya ke jenjang S3 di dengan program Doktoral MSDM. Kesempatan berupa waktu yang longgar dan adanya dukungan financial. Namun yang lebih saya syukuri dan mensuport keinginan ini adalah dukungan my Hunny. Saya menyadari bahwa studi ini berat mengingat adanya waktu yang harus kami korbankan dimana saya harus terpisah dengan keluarga selama hari-hari kuliah karena akses kampus yang lebih dekat ke rumah daripada ke rumah mertua dimana anak istri saya tinggal untuk sementara. Selain itupun adanya beberapa tugas memaksa saya untuk kerepotan membagi waktu antara kerjaaan saya yang multi tasking dan study yang lebih mengarah ke banyak tugas take home. Saya beruntung karena menjadi segelintir orang yang mengambil program doktoral ini selagi usia masih dibawah 35 tahun. Setidaknya tenaga dan pikiran saya cukup fresh dan terbuka. Namun rupanya keberuntungan saya ini tidaklah begitu saja menjadi modal utama karena jelas setelah satu semester saya jalani perkuliahan ini saya malah tertatih-tatih.

Baru kali ini saya kuliah di Universitas negeri (Universitas Negri Jakarta). Satu institusi dengan budaya yang jauh berbeda dengan saat-saat saya kuliah di perguruan swasta yang sangat kompetitif dan penerapan satu layanan prima. Tidak itu saja, metode pendidikan serta lingkup pergaulannyapun merupakan satu yang asing bagi saya. Rupanya disini saya harus lebih banyak effort untuk menghadapi tantangan secara eksternal daripada dari internal diri saya sendiri. Ini tidak mudah. Meski disebut tantangan tak urung saya sempat hampir menyerah dengan prinsip-prinsip saya yang selama ini saya terapkan dalam belajar. Satu semester sebenernya merupakan waktu yang lama untuk satu adaptasi, namun saya tak bisa mempersingkatnya. Hingga kini tanpa mengalahkan prinsip dan motivasi saya untuk tetap meraih keinginan saya berupaya untuk fight. Setidaknya saya tetap menjadi jatidiri saya tanpa mengorbankan prinsip yang saya junjung. Ibarat pepatah dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Karena bagaimanapun saya menyadari yang bisa memagang kendali terhadap diri saya adalah saya sendiri bukan lingkungan ataupun orang lain.[…….]

Continue Reading

You may also like